Selasa 05 Feb 2019 19:21 WIB

Prabowo Dituding Pakai Konsultan Asing, Ini Kata Titiek

Titiek Soeharto hari ini menghadiri Milad ke-38 BKMT.

Rep: Muhyiddin/ Red: Andri Saubani
Putri mantan Presiden Soeharto Siti - Hediati Hariyadi atau Titiek Soeharto
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Putri mantan Presiden Soeharto Siti - Hediati Hariyadi atau Titiek Soeharto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Pengarah Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Siti Hediati Hariyadi atau lebih dikenal Titiek Soeharto menegaskan bahwa timses Prabowo-Sandi tidak pernah menggunakan konsultan asing dalam menghadapi Pilpres 2019. Menurut mantan istri Prabowo itu, pernyataan capres pejawat Joko Widodo (Jokowi) mengenai hal ini tidak benar.

Karena, kata dia, pihaknya tidak memiliki uang untuk membayar konsultan asing. "Nggak ada, boro-boro nggak punya duit buat bayar konsultan asing," ujar Titiek saat ditemui usai menghadiri acara Tasyakur Milad BKMT ke-38 dan Rakernas BKMT ke-3 di Gedung Sasana Kriya TMII, Jakarta Timur, Selasa (5/2).

Sebelumnya, capres pejawat Jokowi mengatakan, bahwa pihak yang selama ini menudingnya sebagai antek asing, menggunakan konsultan politik asing untuk menebarkan fitnah. Menurut Jokowi, mereka menggunakan propaganda ala Rusia dengan cara menyebarkan kebohongan dan fitnah terus menerus.

"Ada tim sukses yang menyiapkan sebuah propaganda yang namanya propaganda Rusia. Setiap saat selalu mengeluarkan semburan-semburan fitnah, semburan-semburan dusta, semburan-semburan hoaks. Ini yang harus segera diluruskan oleh bapak ibu sekalian, sebagai intelektual," kata Jokowi saat menghadiri deklarasi dukungan dari Forum Alumni Jatim, di Tugu Pahlawan Surabaya, Sabtu (2/2) lalu.

Sementara itu, Ketua Relawan Jokowi-Ma'ruf Cakra 19, Andi Widjajanto mencoba menjelaskan tentang pernyataan Jokowi tersebut. Menurut dia, propaganda Rusia yang dimaksud Jokowi itu mengarah kepada modus operandi yang dikenal sebagai Operasi Semburan Fitnah (Firehose of Falsehood).

Menurut dia, operasi tersebut digunakan Rusia antara tahun 2012-2017 dalam krisis Crimea, konflik Ukraina, dan perang sipil di Suriah. “Di Rusia, modus operandi ini sudah muncul di dekade 1870-an melalui gerakan Narodniki. Gerakan ini dulu dilakukan untuk menjatuhkan Czar Rusia dengan cara terus menerus memunculkan isu-isu negatif,” ujar Andi melalui keterangan tertulis, Selasa (5/2).

Dengan isu-isu negatif, akhirnya muncul ketidakpercayaan masif dari rakyat Rusia terhadap sistem politik yang kemudian dikapitalisasi oleh Lenin saat Revolusi Oktober 1917. Menurut Andi, evolusi paling mutakhir dari modus operandi ini muncul di beberapa pemilihan umum seperti Amerika Serikat, Brazil, dan Brexit.

“Operasi Semburan Fitnah bertujuan untuk membuat dusta mengalahkan kebenaran. Operasi ini ingin menghancurkan kepercayaan publik ke otoritas politik, termasuk media," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement