Rabu 06 Feb 2019 05:01 WIB

Panon Hideung, Ochi Chernye: Imaji Mojang Sunda Soal Rusia

Ternyata jejak budaya dan emosi Indonesia-Rusia sangatlah dalam

Rakyat menari di jalanan Rusia
Sebuah tarian rakyat di Rusia

Di lama web site yang lain, tak kalah uniknya ketika tahu cerita lika-liku lagu Rusia menjadi Sunda itu. Awalnya semua ini ternyata berawal ‘gegara’ Ismail Marzuki jatuh cinta pada mojang Priangan berdarah Sunda-Arab bernama Eulis Zouraida. Mereka kemudian menikah pada tahun 1940.

Selanjutnya, proses adaptasi lagu Rusia tersebut juga tercipta karena ‘Bang Maing’ (panggilan akrab Ismail Marzuki) yang asal Kampung Kwitang Betawi memimpin orkes yang terkenal saat itu, yakni NIROM II yang bermarkas di Tlaga Lega Bandung. Nah, karena telinga Bang Maing itu peka, maka batinnya tertarik untuk mengadaptasi sebuah lagu riang sekaligus melodius asal Rusia yang disebut Ochi Chernye. Kebetulan kekasaihnya si Euis itu memang bermata hitam indah menyala dengan kulit dan pipi kuning khas orang Sunda. Maka dia kemudian mengubah lagu Rusia ini dengan memakai syair Sunda.

Bila ditelusuri lagi di laman media daring yang lain, syair lagu 'Ochi Chernye' ternyata buah pena penyair  Ukraina, Yevhen Hrebinka. Syair puisi ini dipublikasi pertama kali di Gazeta Literaturnaya pada tanggal 17 Januari 1843.

Dan bukan hanya piawai menulis puisi, Yehyen Hrebinka, ternyata jago main musik pula. Dia juga kerapkali menulis lagu bergenre 'Gypsy Rusia'. Sedangkan iramanya lagu Ochi Chernye ternyata buah karya komposer Jerman, Hermann Florian. Tak cukup hanya dengan itu, lagu ini menjadi sangat terkenal serta  menjadi lagu korps paduan suara bala tentara  Rusia. Kemudian, teraba bila sosok seniman lain, Feodor Chaliapin, berhasil mempopulerkan lagu tersebut di luar negeri Rusia dalam banyak versi. Akibatnya, lagu Ochi Chernye alias Panon Hideung selain di Indonesia waktu itu ternyata banyak dinyanyikan oleh seniman musik Eropa maupun Amerika.

Lalu kemudian apakah ada hubungan lanjutan mengenai lagu tersebut dengan Indonesia sesudah kurun itu? Jawabnya, ternyata ada. Lagu 'Ochi Chernye' (Panon Hideung) itu ternyata pernah dinyanyikan salah satu ikon pop dunia yang personilnya kelahiran Indonesia dan  sempat dianggap menjadi pesaing sekaligus pendahulu The Beatles dari Inggris”. Grup musik anak Indo itu bernama The Tierlman Brothers. Alhasi, lagu ini pun pernah mereka nyanyikan dalam sebuah show siaran langsung di Dutch TV (TV Belanda) pada tahun 1960.

Di laman lain, juga disebutkan pula bila oleh Tielman Brothers lagu  Ochi Chernye ini dijadikan sebuah lagu rock klasik meski yang disajikan secara instrumental. Aransemen ini makin yahud karena yang memainkan lagu ini gitaris jempolan dengan kualitas dunia saat itu: Andi Tielman. Melalui petikan lead guitar Indo Maluku ini yang sekaligus juga merangkap sebagai vokalis, lagu ini menjadi sajian yang sangat merdu dan hidup.

Namun khusus untuk soal hubungan Indonesia-Rusia yang erat ini pernah pula dikisahkan oleh penyair kondang Taufiq Ismail. Saat berkunjung bersama Fadli Zon ke Rusia, dia bercerita mengenai kunjungan ke makam sahabat semasa mudanya yang merupakan penyair dan dramawan besar: Utui Tatang Sontani.

photo
Fadli Zon muda saat berziarah ke makam Utuy Tatang Sontani di pinggiran Moskow bersama Taufiq Ismail. (foto:twitter)

“Saya ingat makam Utui berada di pinggiran kota Moskow. Kuburan dia ada di kompleks pemakaman khusus Muslim dan khusus untuk orang Indonesia yang menjalani pengasingan di sana. Saya tahu persis Utuy bukan penganut komunis atau anggota Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat yang menjadi underbrow PKI,red). Dia hanya terkena imbas pertarungan politik saja kala itu,’’ kata Taufiq menceritakan.

Taufiq lebih lanjut mengisahkan nasib tragis dari sahabatnya yang orang Sunda itu.’’Utui sepertinya lahir di Tasikmalaya atau di Cianjur. Persisnya saya lupa. Tapi seingat saya dia pergi ke Rusia sekitar tahun 1963, atau sebelum meletusnya pemberontakan PKI 1965 itu. Karena terlanjur terjadi masalah di Jakarta, saat itu Utuy tak bisa pulang dan harus menjalani hidup sebagai 'exile' di Rusia sampai akhir hayatnya di tahun 1979,’’ lanjut Taufiq seraya mengatakan Utuy sebenarnya hanya merasa berutang budi saja sama Lekra karena membantu perokonomiannya.

‘’Padahal dia selalu menolak ketika diajak percaya pada idelogi komunis. Tapi orang Lekra terus membantunya dengan memuatkan sajak dan naskah dramanya hingga Utuy dapat bekal uang honor untuk hidup. Bahkan pintu rumahnya yang jebol dibantu diperbaiki oleh aktivis Lekra. Dan mereka sanjung  dia sebagai dramawan besar sekaligus dibiayai ke luar negeri. Saya selalu sedih dan trenyuh sama nasib Kang Utuy,’’ tukas Taufiq.

photo
Makam Utuy Tatan Sontani di pinggiran Moskow, (foto:BBC.com)

Jadi tanpa terasa, semua kisah itu menandakan bahwa memang ada memori yang sangat dalam kazanah hubungan Indonesia dan Rusia. Hubungan itu malah semakin terasa emosional karena banyak memasuki ranah hubungan pribadi dan keluarga.

Maka jangan ‘grusa-grusu’ terhadap imajinasi Rusia sehingga bermakna pejotarif. Ingat Rusia hari ini adalah salah satu negara dengan penduduk multikultural dengan penduduk atau populasi Muslim yang sangat besar. Ini jelas sama halnya dengan Indonesia. Jadi janganlah ada pihak yang sampai salah sangka mengirimkan pesan dan imajinasi yang kurang tepat atau pejoratif ke Rusia. Ingat juga ya dahulu Presiden Sukarno hingga masa dan walikota Solo, Ramelan, di awal tahun 1960 begitu terkagum-kagum menerima kunjungan Presiden hingga astronit asal Rusia saat itu.  Kalngan para orang tua selalu mengenangkan histeria yang luar bisa kala itu. Ini misalnya ketika menertawakan laporan pandangan mata penyair RRI yang kebingungan mengeja kata USSR yang tertera di badan pesawat yang membawa rombongan tamu tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement