Rabu 30 Jan 2019 17:20 WIB

Gubernur NTB: Proses Rehabilitasi Itu tidak Mudah

Proses di lapangan tidak mudah seperti yang dibayangkan.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Andi Nur Aminah
Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Zulkieflimansyah
Foto: Republika
Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Zulkieflimansyah

REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Zulkieflimansyah mengatakan pemerintah pusat memiliki keseriusan dalam rehabilitasi dan rekonstruksi pascagempa di NTB. Namun, dia mengatakan, proses di lapangan tidak mudah seperti yang dibayangkan.

Dia menyebutkan, model rumah yang dibangun harus tahan gempa menjadi salah satu alasan. Zul mengatakan, pembangunan rumah yang tahan gempa tidak mudah karena membutuhkan keahlian dan bahan material khusus. Terlebih, persetujuan pembangunan rumah berada di tangan fasilitator. Sedangkan jumlah fasilitator juga masih dirasa kurang.

Baca Juga

"Saya melihat niat pemerintah baik, tapi dalam praktiknya tidak gampang. Rumah tahan gempa itu model dan syaratnya susah, setelah ada penambahan fasilitator, ada lagi klausul pembangunan harus gotong royong," kata Zul usai rapat koordinasi rehabilitasi dan rekonstruksi di Kantor Pemprov NTB, Rabu (30/1).

Kondisi ini membuat aplikator atau pengusaha bangunan tidak dapat membangun satu unit rumah sendiri, melainkan harus bergotong royong dengan aplikator lain. "Satu rumah hanya ada yang boleh bangun pondasinya saja, yang lainnya itu dari pengusaha yang lain. Akhirnya tidak boleh pemborong kerjain satu rumah sendiri, misal hanya pondasi saja. Ini kan bikin susah dan mempersulit kita sendiri," kata Zul.

Klausul yang dimaksud tercantum dalam inpres No. 5/2018 tentang rehabilitasi dan rekonstruksi pascagempa. Zul menilai, inpres tersebut memiliki tujuan baik untuk mendorong percepatan pemulihan NTB.

Namun, dia menyoroti klausul tersebut. Di satu sisi, klausul tersebut memiliki maksud agar rumah yang dibangun benar-benar tahan gempa sehingga jika kembali terjadi gempa, pemerintah tidak lagi disalahkan. Namun, di sisi lain, klausul itu juga dianggap menghambat proses percepatan rehabilitasi dan rekonstruksi NTB.

"Inpresnya itu tidak refleksikan kompleksitas di lapangan, pemborong tidak mau kerjakan karena tidak boleh kerjakan utuh, harus gotong royong, //nah siapa yang mau," ucap Zul.

Zul mengembalikan persoalan ini kepada BNPB. Dia meyakini di bawah komando Kepala BNPB Doni Monardo, proses rehabilitasi dan rekonstruksi dapat berjalan lebih cepat.  "Karena Pak Doni //kan jenderal, dia kerahkan banyak tentara, saya yakin kalau banyak tentara bisa lebih cepat," harap Zul.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement