REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Menteri Bappenas Bambang PS Brodjonegoro mengatakan dengan meningkatnya Corruption Perception Index (CPI) atau Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tahun 2018 mendorong pemerintah untuk terus mengatasi permasalahan korupsi dari akarnyadan sistemnya.
"Salah satunya adalah kalau kita melihat kejadian korupsi di masa lalu lebih banyak terjadi karena adanya negosiasi, adanya tatap muka dan adanya perjanjian khusus diantara para pihak yg kemudian berujung pada perilaku korupsi. karenanya ke depan atau mulai dari sekarang kita sudah menerapkan segalanya itu berbasis elektronik baik dari pengadaannya maupun juga kepada perizinan," kata Bambang di Gedung KPK Jakarta, Selasa (29/1).
Sehingga, kata Bambang, online single submition yang sudah diluncurkan selain untuk memudahkan para investor sehingga menarik minat mereka untuk investasi di Indonesia, juga untuk meneka perilaku koruptif di antara mereka yang mempunyai kewenangan untuk memberikan perizinan.
"Sekaligus juga memberikan kepastian kepada para investor sendiri dan akhirnya memperbaiki country risk kita," ujarnya.
"Jadi saya melihat upaya kita untuk beralih lebih banyak kepada pelayanan yang berbasis elektronik, yang online ini adalah tahapan awal dari kita membenahi sistem yang bisa meminimalkan perilaku koruptif," tambahnya.
Salah satunya adalah pengadaan melalui inisiatif LKPP yang mendorong elektronik procurement yang belum 100 persen. "Ini yang perlu kita dorong lebih banyak kaya di gingkat pusat maupun di daerah. Demikian juga untuk hal lain perencanaan penganggaran pun kita upaya kan semuanya berbasis elektronik sehingga tidak memungkinkan lagi negosiasi di luar apa yang sudah disampaikan didalam elektronik tersebut," terangnya.
IPK dinyatakan naik satu poin dari tahun sebelumnya. IPK Indonesia pada tahun 2018 adalah 38 dari angka 100. Sebelumnya pada tahun 2017 IPK Indonesia adalah 37."Skor indonesia 38 poin, peringkat 89 di dunia, naik satu poin, sementara untuk peringkat kita naik 7 angka," kata Manajer Riset TII, Wawan Suyatmiko di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jakarta, Selasa (29/1).
Metodelogi yang digunakan CPI adalah dengan mengumpulkan sumber survei di seluruh dunia. Di Indonesia sendiri terdapat sembilan sumber data yang dipergunakan untuk menyusun CPI tahun 2018.
Terdapat dua sumber data yang menyumbang kenaikan IPK Indonesia tahun 2018, yakni Global Insight Country Risk Ratings dan PERC (Political and Economic Risk Consultancy) Asia Risk Guide. Sementara lima sumber data memberikan skor stagnan yakni, World Economic Forum, PRS International Country Risk Guide, Bertelsmann Foundation Transform Index, Economist Intelligence Unit Country Ratings, dan World Justice Projects. Sedangkan dua sumber data mengalami penurunan yakni lMD World Competitiveness Yearbook dan Varieties of Democracy Projects.
Skor CPI sendiri berada dalam rentang 0-100, di mana 0 berarti negara dipersepsikan korupsi, sementara skor 100 berarti dipersepsikan bersih dari korupsi. Selain Indonesia, terdapat sejumlah negara yang meraih skor CPI 37 dengan peringkat 89, yakni Bosnia-Herzegovina, Srilanka, dan Swaziland.
Sementara di antara negara-negara di Asia Tenggara, Indonesia menduduki peringkat ke-4 di bawah Singapura yang meraih skor 85, Brunei Darussalam (63) dan Malaysia (47). Sementara skor tertinggi atau yang dipersepsikan paling bersih dari korupsi diraih oleh Denmark (88), dan Selandia Baru (87). Empat negara, yakni Singapura, Finlandia, Swedia dan Swiss berada pada peringkat ketiga dengan raihan skor IPK 85.
Sementara peringkat keempat diraih Norwegia yang meraih skor 84 disusul Belanda di peringkat kelima dengan skor 82. Sementara lima negara yang dipersepsikan paling korup di dunia, masing-masing negara Yaman, Korea Utara (14), Suriah dan Sudan Selatan (13) serta Somalia (10).