REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Pembina Tim Pembela Muslim Muhammad Mahendradatta menegaskan syarat setia kepada NKRI untuk pembebasan terpidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir tidak dapat diberlakukan. Karena, menurutnya, aturan syarat itu bersifat nonretroaktif atau tidak berlaku surut.
"Kami kan mengenal UUD nonretroaktif. Itu tahun berapa? Sudah berlaku belum? Akan bodoh apabila mau mengikuti hal-hal baru dibuat," kata Mahendradatta di RSCM, Jakarta, Selasa (29/1).
Seperti diketahui, syarat penandatanganan dokumen setia NKRI wajib dilakukan seorang terpidana yang akan menerima pembebasan bersyarat. Syarat itu tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
Persyaratan itu diberlakukan sejak November 2012, sementara putusan inkrah pengadilan atas kasus Baasyir diputus pada bulan Februari 2012. Mahendradatta mengatakan, bahwa berdasarkan asas nonretroaktif, Baasyir tidak dapat dikenakan persyaratan itu lantaran hukuman Baasyir diputuskan pengadilan sebelum PP tentang persyaratan setia NKRI diberlakukan.
Ia menegaskan, bahwa sejak awal Baasyir juga tidak pernah bersedia menandatangani dokumen apa pun dari pihak yang menahannya. "Dari awal itu, ustaz tidak pernah mau menandatangani dokumen apa pun yang disodorkan, mau itu BAP, surat penahanan, surat penangkapan, terus pemindahan ke kanan ke kiri, pemindahan ke Lapas Nusa Kambangan itu tidak pernah mau tanda tangan," katanya.
Menurut dia, memang ada penawaran pembebasan bersyarat. Namun, dia menekankan lagi, bahwa Baasyir memang tidak pernah mau menandatangani dokumen apa pun, kemudian muncul pernyataan bahwa kliennya tidak mau menandatangani syarat setia NKRI dan Pancasila.
Baca juga: Mahendradatta: Ustaz Baasyir Sudah tidak Layak Ditahan
[videografis] Polemik Dasar Hukum Pembebasan Baasyir