Senin 28 Jan 2019 23:45 WIB

Senator: Otonomi Daerah Dirusak Praktik Korupsi

Fahira mengatakan korupsi di daerah sudah sangat mengkhawatirkan.

Rep: Ali Mansur/ Red: Bayu Hermawan
Ketua Komite III DPD RI, Fahira Idris
Foto: Instagram Fahira Idris
Ketua Komite III DPD RI, Fahira Idris

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Fahira Idris menyatakan maraknya tindak pidana korupsi di daerah, sudah sampai tahap kritis atau sangat mengkhawatirkan. Bahkan praktik korupsi sampai merusak tujuan otonomi daerah.

Fahira mengatakan, tujuan otonomi daerah sendiri yaitu mempercepat kesejahteraan rakyat, menjamin keadilan dan juga pemerataan, serta demokratisasi. Sehingga selama korupsi di daerah masih marak jangan harap kesejahteraan akan menjemput rakyat di tiap jengkal negeri ini. Selama korupsi di daerah merajalela jangan harap keadilan dan pemerataan dinikmati rakyat.

"Selama korupsi di daerah terus masif seperti ini jangan harap demokrasi tumbuh sehat. Tujuan otonomi kita sudah dirusak oleh praktik-praktik korupsi," ujar Fahira dalam siaran persnya, Senin (28/1).

Menurut Fahira, kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah yang memberikan kewenangan besar kepada pemerintahan daerah agar mempunyai kekuatan dan keleluasaan melakukan berbagai inovasi agar rakyat di daerahnya masing-masing. Dengan harapan, kata Fahira, lebih dekat dan cepat merasakan kesejahteraan, keadilan, dan pemerataan termasuk mendapat pelayanan publik dan pelayanan perizinan yang prima.

"Bukan berinovasi bagaimana menggunakan jabatan sebagai alat memperkaya diri. Bukan berinovasi bagaimana caranya mengambil hak rakyat untuk kepentingan pribadi. Hak rakyat merasakan kesejahteraan, keadilan dan pemerataan telah dirampas oleh mereka yang harusnya mewujudkan itu," katanya.

Pemerintahan ke depan, siapapun yang memimpin, lanjut Fahira, harus menjadikan pemberantasan korupsi di daerah sebagai salah satu prioritas utama pemerintahannya. Karena sebaik apapun program pembangunan nasional, tidak akan dirasakan rakyat selama korupsi terus bersemai seperti ini.

Lanjut Fahira, siapapun presidennnya, nanti adalah panglima pemberantasan korupsi. Makanya praktik korupsi di daerah ini harus jadi concern. Presiden berhak memanggil KPK, Kejaksaan, Kepolisian dan penegak hukum lainnya untuk mencari solusi terhadap persoalan ini. "Presiden harus paham bahwa jika tujuan otonomi sudah rusak maka kesejahtraan rakyat juga akan mangkrak,” tutup Fahira.

Sebelumnya, sepanjang 2004 hingga 2018 sudah sekitar 100 kepala daerah yang dijerat KPK dan sudah ratusan anggota DPRD yang harus berurusan dengan lembaga antirusuah ini. Bahkan ada daerah yang sebagain besar anggota DPRD-nya menjadi tersangka korupsi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement