Jumat 25 Jan 2019 02:26 WIB

KPK Dalami Peran Menpora dalam Persetujuan Proposal KONI

Apakah memberikan persetujuan langsung atau memberikan delegasi atau mandat.

Menpora Imam Nahrawi meninggalkan Gedung KPK seusai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Kamis (24/1/2019).
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Menpora Imam Nahrawi meninggalkan Gedung KPK seusai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Kamis (24/1/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- KPK mendalami peran Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi dalam memberikan persetujuan proposal permohonan hibah oleh Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) tahun anggaran 2018. Kamis (24/1) kemarin, Imam diperiksa sebagai saksi kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait suap penyaluran bantuan dari pemerintah melalui Kemenpora kepada KONI tahun anggaran 2018.

"Terhadap Menpora ada beberapa hal tadi yang didalami seperti seberapa jauh pengetahuan saksi mengenai rangkaian peristiwa yang sedang didalami, seberapa jauh pengetahuan saksi terkait dengan alur dan proses pengajuan proposal sampai dengan persetujuan," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK Jakarta, Kamis (24/1).

Kedua, ia mengatakan, dalam konteks persetujuan proposal tersebut, bukan hanya satu proposal yang kami dalami. Termasuk, bagaimana porsi dan peran Menpora di sana.

"Apakah memberikan persetujuan langsung atau memberikan delegasi atau mandat ke bawahannya, bawahannya itu bisa di level Deputi atau bawahannya yang lain itu juga ditanyakan," jelas Febri.

Dalam pemeriksaan itu KPK juga mengklarifikasi beberapa barang bukti yang disita dari penggeledahan di ruang Menpora ataupun di kantor KONI. "Jadi untuk sementara sampai dengan saat ini pemeriksaan beberapa poin awal ini sudah dilakukan terhadap Menpora oleh penyidik. Kami tentu perlu melakukan kegiatan-kegiatan pendidikan yang lain termasuk juga pemeriksaan pemeriksaan saksi dalam kasus ini," tambah Febri.

KPK juga menduga dalam kasus ini sudah ada komunikasi dan bahkan diduga sudah ada deal sebelum proposal diajukan. "Jadi proposal itu semacam formalitas saja itu yang kami sebut dengan diduga sejak awal memang akal-akalan untuk proposal hibah sampai dengan penyalurannya ke KONI tersebut. Siapa saja yang berkomunikasi, iapa saja yang berhubungan. Bagaimana deal itu terbentuk tentu saja belum bisa kami sampaikan saat ini tapi itu pasti kami dalam, namun untuk saksi Menpora secara umum tiga hal tadi lah yang kami dalami lebih lanjut," jelas Febri.

Febri juga mempersilakan Menpora membantah perannya dalam perkara tersebut. "Silakan saja ada yang membantah ada yang menyangkal ada juga yang mengakui dalam proses pemeriksaan. KPK tentu saja akan melihat satu kesesuaian antara satu bukti atau keterangan dengan keterangan yang lain," ucap Febri.

Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan lima tersangka dalam kasus tersebut yaitu sebagai pemberi Sekretaris Jenderal KONI Ending Fuad Hamidy (EFH) dan Bendahara Umum KONI Jhonny E Awuy (JEA). Sedangkan sebagai penerima adalah Deputi IV Kementerian Pemuda dan Olahraga Mulyana (MUL), Adhi Purnomo (AP) selaku Pejabat Pembuat Komitmen pada Kemenpora serta Eko Triyanto (ET) yang merupakan staf Kementerian Pemuda dan Olahraga.

KPK menduga Mulyana, Adhi Purnomo dan Eko Triyanto menerima pemberian sekurang-kurangnya Rp318 juta dari pejabat KONI terkait hibah pemerintah kapada KONI melalui Kemenpora. Mulyana menerima uang dalam ATM dengan saldo sekitar Rp 100 juta terkait penyaluran bantuan dari pemerintah melalui Kemenpora kepada KONI Tahun Anggaran 2018.

Sebelumnya Mulyana juga telah menerima pemberian-pemberian lainnya  yaitu pada April 2018 menerima satu unit mobil Toyota Fortuner, pada Juni 2018 menerima sebesar Rp300 juta dari Jhonny E Awuy, dan pada September 2018 menerima satu unit ponsel merk Samsung Galaxy Note 9. Dana hibah dari Kemenpora untuk KONI yang dialokasikan adalah sebesar Rp 17,9 miliar.

Menurut KPK, pengajuan dan penyaluran dana hibah sebagai "akal-akalan" dan tidak didasari kondisi yang sebenarnya. Sebelum proposal diajukan, diduga telah ada kesepakatan antara pihak Kemenpora dan KONI untuk mengalokasikan "fee" sebesar 19,13 persen dari total dana hibah Rp17,9 miliar, yaitu sejumlah Rp3,4 miliar.

Dalam pengembangan kasus itu, KPK telah mengidentifikasi peruntukan dana hibah dari Kemenpora ke KONI tersebut akan digunakan untuk pembiayaan pengawasan dan pendampingan atau wasping. Pembiayaan wasping tersebut mencakup penyusunan instrumen dan pengelolaan "database" berbasis android bagi atlet berprestasi dan pelatih berprestasi tahun jamak atau "multi event" internasional.

Selanjutnya, penyusunan instrumen dan evaluasi hasil pemantauan dan evaluasi atlet berprestasi menuju SEA Games 2019. Terakhir, penyusunan buku-buku pendukung wasping peningkatan prestasi olahraga nasional.

Dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada 18 Desember 2018, tim KPK juga menyita sejumlah barang bukti antara lain uang sebesar Rp318 juta, buku tabungan dan ATM (saldo sekitar Rp100 juta atas nama Jhonny E Awuy yang dalam penguasaan Mulyana), mobil Chevrolet Captiva warna biru milik Eko Triyanto serta uang tunai dalam bingkisan plastik di kantor KONI sekitar sejumlah Rp7 miliar.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement