REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan, mengatakan Presiden dan DPR tidak bisa menyampaikan intervensi kepada pihaknya terkait polemik pencalonan Oesman Sapta Odang (OSO). Wahyu menegaskan KPU merupakan lembaga nasional yang harus patuh kepada hukum.
Hal tersebut disampaikan Wahyu menanggapi rencana tim kuasa hukum OSO yang akan meminta Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan DPR. Keduanya dianggap merupakan pejabat tertinggi dalam peradilan tata usaha.
Menurut kuasa hukum OSO, Presiden dan DPR memiliki kewenangan untuk menegur dan memerintahkan KPU menjalankan putusan PTUN untuk memasukkan nama OSO ke dalam daftar calon tetap (DCT) anggota DPD Pemilu 2019.
"Berdasarkan UUD 1945, KPU itu kan bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Artinya benar bahwa KPU dikontrol dan harus patuh kepada hukum. Namun, KPU tidak bisa diintervensi oleh siapapun," ujar Wahyu di Jakarta, Kamis (24/1).
Meski demikian, dirinya belum tahu secara persis teknis peraturan yang memungkinkan Presiden dan DPR mengatur KPU. "Saya kok belum mengetahui ada regulasi itu.Sebab jelas dalam konstitusi menyatakan KPU merupakan lembaga yang bersifat nasional, tetap dan mandiri. Bisa saja saya keliru, tetapi sepanjang yang saya ketahui, kok belum pernah," tegas Wahyu.
Dia menjelaskan ada sejumlah saluran yang bisa ditempuh pihak OSO jika menganggap keputusan KPU tidak sesuai undang-undang. Salah satunya melalui peradilan pemilu.
"Kan ada saluran-salurannya. Dan selama ini kami juga mematuhi itu. Kami mempertanggungjawabkan keputusan-keputusannya yang sudah diambil," tambah Wahyu.
Sebelumnya, Ketua KPU, Arief Budiman, mengatakan pihaknya tidak menerbitkan surat keputusan (SK) baru tentang penetapan DCT calon anggota DPD. Menurut Arief, SK tersebut sedianya akan diperbaharui jika OSO mengundurkan diri sebagai pengurus parpol.
"Kami cek ya, kalau kita tidak melakukan perubahan apapun, tidak menerbitkan SK baru, ya SK itu (SK Nomor 1130) masih berlaku," ujar Arief kepada wartawan di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (23/1).
Ketika disinggung tentang SK yang telah dibatalkan lewat putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Arief menilai hal itu berlaku dalam konteks agar dimasukkan nama OSO ke dalam DCT.
Sementara itu, kata Arief, KPU kemudian membuat ketentuan bahwa OSO harus mengundurkan diri jika ingin masuk ke DCT calon anggota DPD.
"Kalau kemudian ada surat pengunduran diri, maka itu (SK Nomor 1130) kami batalkan kemudian kamu buat SK baru. Namun, kalau tidak mengundurkan diri, maka tidak ada perubahan (dalam SK yang saat ini ada)," tegas Arief.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Riza Patria mengatakan, Komisi II DPR akan memanggil Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait polemik calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI. Pemanggilan terkait sikap KPU RI yang dinilai mengabaikan putusan Mahkamah Agung dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Kami akan carikan formula penyelesaiannya, kenapa KPU bersikeras. Nanti pada waktunya, akan kami panggil," kata Riza di Jakarta, Rabu (23/1).