Selasa 22 Jan 2019 09:08 WIB

OSO Minta KPU Patuhi Surat Eksekusi PTUN

OSO mengatakan sebaiknya KPU ikuti ketentuan perundang-undangan.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Esthi Maharani
Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Abhan (tengah) bersama anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin (kanan), dan Fritz Edward Siregar (kiri) memimpin sidang lanjutan dugaan pelangggaran administrasi terkait pencalonan Oesman Sapta Odang alias Oso sebagai anggota DPD, di Kantor Bawaslu, Jakarta, Rabu (2/1/2019).
Foto: Antara/Aprillio Akbar
Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Abhan (tengah) bersama anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin (kanan), dan Fritz Edward Siregar (kiri) memimpin sidang lanjutan dugaan pelangggaran administrasi terkait pencalonan Oesman Sapta Odang alias Oso sebagai anggota DPD, di Kantor Bawaslu, Jakarta, Rabu (2/1/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Hanura, Oesman Sapta Odang (OSO), meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) menjalankan surat eksekusi yang telah dikirimkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Dengan adanya surat tersebut, KPU harus menjalankan putusan PTUN sebelumnya.

"Sebaiknya (KPU) ikuti ketentuan perundang-undangan. Sudah ada instruksi (surat eksekusi) PTUN untuk menjalankan putusan PTUN. Maka jalankan itu," ujar OSO lewat keterangan tertulis yang diterima Republika, Selasa (22/1).

Sebagaimana diketahui, surat eksekusi dari PTUN tertanggal 21 Januari 2019. Surat ini ditandatangani oleh Ketua PTUN Ujang Abdullah. Dalam surat tersebut, PTUN memerintahkan KPU segera menjalankan putusan PTUN atas Perkara Nomor 242/G/SP/SPPU/2018/PTUN-JKT yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Melalui putusan perkara pada 2018 itu, PTUN membatalkan dan mencabut surat keputusan (SK) Nomor 1130 tentang penetapan daftar calon tetap (DCT) calon anggota DPD. PTUN juga meminta KPU  menerbitkan SK baru dengan memasukkan nama OSO dalam DCT.

(Baca: OSO Minta PTUN Surati Presiden Soal Polemik dengan KPU)

OSO melanjutkan, Indonesia adalah negara hukum. Karenanya, siapapun termasuk KPU wajib menaati dan menjalankan perintah undang-undang dan ketentuan yang berlaku. "Itu perintah undang-undang yang wajib dijalankan. Ini negara hukum, harus ikuti ketentuan hukum dan demi legitimasi Pemilu 2019," tegas dia.

Sementara itu, sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan masih menunggu surat pernyataan pengunduran diri dari OSO sebagai pengurus parpol. Surat pengunduran diri tersebut ditunggu hingga pukul 24.00 WIB, Selasa malam.

"Dalam rangka menindaklanjuti putusan Bawaslu, KPU memutuskan supaya OSO mengundurkan diri jika ingin namanya masuk dalam DCT Pemilu 2019. KPU memberikan waktu sampai Pukul 24.00 WIB besok malam," ujar Wahyu kepada wartawan di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Senin.

Menurut Wahyu, KPU tetap merujuk kepada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam menyikapi kasus pencalonan OSO sebagai anggota DPD.

"Sikap KPU sudah jelas, meminta Pak OSO menbuat surat pengunduran diri. Artinya kalau Pak OSO memberikan surat pengunduran diri besok beliau bisa masuk ke DCT dan dicantumkan dalam surat suara. Namun, kalau tidak menyampaikan surat ya tidak dimasukkan," tegas Wahyu.

Lebih lanjut Wahyu menyampaikan pihaknya menghormati langkah-langkah hukum yang diambil OSO. Rencana menempuh jalur pidana pun siap dihadapi KPU. Menurut Wahyu, KPU telah mengambil keputusan dengan memperhitungkan berbagai konsekuensi hukum. Apapun yang diputuskan KPU harus bisa dipertanggungjawabkan.

"KPU mengambil sikap sesuai dengan peraturan undang-undang Dan tentu saja ada konsekuensinya, " tambah Wahyu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement