REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPR RI Bambang Soesatyo menegaskan, netralitas TNI dan Polri dalam pemilu merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan kualitas demokrasi. Bambang mengingatkan, netralitas TNI dan Polri merupakan amanah reformasi yang diatur dalam TAP MPR RI Nomor VII Tahun 2000 tentang Peran TNI dan Polri dan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.
"Dalam UU Nomor 34 Tahun 2004 dengan tegas menyatakan anggota TNI dilarang menjadi anggota partai politik, mengikuti kegiatan politik praktis dan kegiatan untuk dipilih menjadi anggota legislatif dalam pemilu maupun jabatan politis lainnya," kata Bambang, Senin (21/1).
Menurut pria yang akrab disapa Bamsoet itu, apabila ada anggota TNI yang ingin menjadi anggota partai politik, mengikuti kegiatan politik praktis, ataupun maju dalam pemilu, maka terlebih dahulu harus mengundurkan diri dari keanggotaan TNI. Ia menjelaskan, UU TNI merupakan undang-undang pertama yang mengatur netralitas TNI pascareformasi karena salah satu tuntutan pokok reformasi adalah netralitas TNI dan Polri dalam pemilu.
"TNI harus mengedepankan profesionalisme dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya," ujarnya.
Bamsoet menilai, TNI harus berdiri di atas kepentingan nasional karena sebagai instituai negara dalam menjaga pertahanan dan kedaulatan, politik TNI adalah politik kenegaraan dan politik kebangsaan. Ia mengatakan, untuk meningkatkan profesionalisme TNI, DPR RI setiap tahunnya selalu meningkatkan alokasi anggaran untuk TNI, untuk penguatan kelembagaan, sarana prasarana, alutsista serta pendidikan dan latihan.
"Menanamkan karakter netralitas kepada setiap anggota TNI harus dimulai semenjak pendidikan di akademi militer maupun dalam jenjang pendidikan dan latihan berikutnya. Profesionalisme dan netralitas TNI harus diwujudkan dalam bentuk kelembagaan, reformasi birokrasi serta perubahan sikap mental dan perilaku," katanya.
Bambang juga mengingatkan kesiapan TNI menghadapi "psywar" dan "proxy war" karena ancaman perang saat ini bukan lagi perang fisik. Namun, menurut dia, saat ini lebih kepada perang ideologi dan teknologi yang disebarkan melalui dunia maya, baik berupa hoaks ataupun ujaran kebencian.
"Mengobrak-abrik sebuah negara tidak lagi harus melalui agresi militer semata, namun cukup dengan mengobrak abrik melalui penyebaran hoaks dan ujaran kebencian. TNI harus membuka mata terhadap hal ini," katanya.
Terkait dengan pelaksanaan pemilu, menurut dia, DPR RI memberikan alokasi khusus bagi TNI untuk meningkatkan kewaspadaan dalam menjaga pertahanan dan kedaulatan negara. Menurutnya, TNI juga dapat memberikan bantuan kepada Polri dalam meningkatkan keamanan pemilu.
"Namun demikian, DPR RI akan tetap menjalankan fungsi pengawasan agar anggaran yang sudah diberikan kepada TNI betul-betul digunakan sebagaimana mestinya," katanya.