Sabtu 19 Jan 2019 10:50 WIB

Siapa Jadi Tersangka Baru Kasus Meikarta?

Ada anggota DPRD Bekasi tamasya ke Thailand dengan keluarga dari fasilitas Meikarta

Terdakwa kasus dugaan suap perizinan Proyek Meikarta Billy Sindoro (tengah) mendengarkan keterangan saksi dari ASN Pemkab Bekasi saat sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Bandung, Jawa Barat, Rabu (16/1/19).
Foto: Antara/Novrian Arbi
Terdakwa kasus dugaan suap perizinan Proyek Meikarta Billy Sindoro (tengah) mendengarkan keterangan saksi dari ASN Pemkab Bekasi saat sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Bandung, Jawa Barat, Rabu (16/1/19).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Dian Fath Risalah

JAKARTA -- Sekertaris Jenderal (Sekjen) Transparency International Indonesia (TII) Dadang Trisasongko mengatakan, adanya temuan penerimaan suap serta fasilitas plesiran yang diperoleh para anggota DPRD Kabupaten Bekasi bisa menambah tersangka baru kasus suap proyek Meikarta. Apalagi, pada Kamis (17/1), usai diperiksa anggota DPRD Bekasi Sarim Saepudin meminta maaf atas perbuatannya.

"Harusnya secara normatif bisa (jadi tersangka). Apalagi, sudah ada pengakuan," kata Dadang dalam pesan singkatnya, Jumat (18/1).

Namun, kata dia, peningkatan proses penyidikan merupakan kewenangan dari penyidik KPK. "Tergantung strategi dan kebijakan penanganan perkara KPK. Mereka bisa saja dijadikan saksi untuk mengungkap pelaku yang lebih besar," kata Dadang.

Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah mengakui, KPK telah mengantongi daftar nama anggota DPRD Kabupaten Bekasi yang mendapat fasilitas pelesiran dari suap izin proyek Meikarta. Saat ini, penyidik masih mengumpulkan bukti tambahan untuk memperkuat dugaan tersebut.

"KPK punya daftar siapa aja yang pergi," kata Febri di gedung KPK Jakarta, Jumat (18/1).

Pada Jumat, penyidik KPK kembali memeriksa empat anggota DPRD Kabupaten Bekasi, yakni Edi Kurtubi Udi, Yudi Darmansyah, Kairan Jumhari Jisab, dan Namat Hidayat. Keempatnya adalah anggota DPRD Bekasi ke-14 yang dipanggil terkait kasus yang sama.

Pada Kamis (17/1), penyidik juga memeriksa lima anggota DPRD Bekasi, yakni Abdul Rosid Sargan, Sarim Saepudin, Haryanto, Suganda Abdul Malik, Nyumarno.

Febri mengatakan, ada dua hal yang digali penyidik dari empat saksi tersebut. Pertama, terkait posisi dan peran keempatnya sebagai Pansus Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Kedua, pengetahuan para saksi terhadap indikasi kepentingan pihak lain di balik proses penyusunan aturan tata ruang di Bekasi.

"Termasuk, pengetahuan dan peran saksi terkait informasi pelesiran anggota DPRD Bekasi dan keluarga ke Thailand. Sampai saat ini, sekitar 14 anggota DPRD Bekasi telah diperiksa sebagai saksi," kata Febri, Jumat (18/1).

Menurut dia, tak menutup kemungkinan penyidik memanggil anggota keluarga para anggota DPRD Bekasi bila anggota DPRD Bekasi yang ikut mendapatkan fasilitas dan perjalanan ke Thailand tak kooperatif dengan memberikan keterangan kepada penyidik.

"Namun akan lebih baik sebenarnya para anggota DPRD Bekasi ini bersikap kooperatif dan jujur," kata Febri.

Febri menegaskan, bagi anggota DPRD Bekasi maupun pejabat Pemprov Jawa Barat yang dilakukan pemeriksaan oleh penyidik, harus memberikan keterangan yang sesuai. Sebab, kesaksian palsu akan membuat merugikan diri mereka sendiri.

"Justru kalau bohong dalam proses pemeriksaan yang dilakukan bagi tahap penyidikan, apalagi di proses persidangan maka ada resiko pidana tersendiri," kata Febri.

KPK menemukan ada kejanggalan dalam perubahan aturan tata ruang untuk pembangunan Meikarta. Sebab, berdasarkan rekomendasi yang diberikan oleh Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BPKRD) Jawa Barat, proyek Meikarta hanya mendapatkan Izin Peruntukkan Penggunaan Tanah (IPPT) seluas 84,6 hektar.

Namun, Meikarta justru akan dibangun seluas 500 hektare. Disinyalir ada pihak yang sengaja merubah aturan ‎tata ruang dan wilayah (RTRW) yang baru di Bekasi. Diduga, aturan tersebut sengaja diubah oleh anggota DPRD Bekasi serta sejumlah pihak untuk memuluskan proyek pembangunan Meikarta.

KPK bahkan telah menemukan fakta-fakta kuat jika proses perizinan Meikarta sudah bermasalah sejak awal. Termasuk, mengantongi nama-nama yang terlibat dalam skandal suap Meikarta tersebut. Penyidik bahkan telah memeriksa sejumlah pihak Kemendagri, Pemprov Jabar, Pemkab Bekasi, legislator Jabar dan petinggi Lippo Group untuk mengungkap fakta-fakta baru tersebut. Namun, tidak ada penambahan tersangka.

BACA JUGA: Ustaz Arifin Ilham Tetap di Malaysia Hingga Akhir Januari

Dalam kasus ini, bupati nonaktif Bekasi Neneng Hasanah Yasin beserta kroninya diduga telah menerima hadiah atau janji dari petinggi Lippo Group agar memuluskan perizinan proyek pembangunan Meikarta. Total fee yang dijanjikan Lippo Group itu sebanyak Rp 13 miliar. Namun, pemberian uang suap yang telah terealisasi untuk Neneng Hasanah Yasin dan kroninya yakni sekira Rp 7 miliar. (ed: ilham tirta)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement