REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekertaris Jendral (Sekjen) Transparency International Indonesia (TII) Dadang Trisasongko mengatakan, adanya temuan penerimaan suap serta fasilitas plesiran yang diperoleh para anggota DPRD Kabupaten Bekasi bisa menambah tersangka baru kasus suap proyek Meikarta. Bahkan, pada Kamis (17/1), usai diperiksa anggota DPRD Belasi Sarim Saepudin meminta maaf atas perbuatannya.
"Harusnya secara normatif bisa (jadi tersangka). Apalagi sudah ada pengakuan," kata Dadang dalam pesan singkatnya, Jumat (18/1).
Namun, sambung Dadang, peningkatan proses penyidikan merupakan kewenangan dari penyidik KPK. "Tergantung strategi dan kebijakan penanganan perkara KPK. Mereka bisa saja dijadikan saksi untuk mengungkap pelaku yang lebih besar," tuturnya.
KPK terus mendalami aliran suap perizinan proyek pembangunan Meikarta. Pada Jumat (18/1), penyidik KPK memeriksa empat anggota DPRD Kabupaten Bekasi yakni Edi Kurtubi Udi, Yudi Darmansyah, Kairan Jumhari Jisab dan Namat Hidayat. Sebelumnya pada Kamis (17/1) penyidik juga memeriksa lima anggota DPRD Bekasi yakni Abdul Rosid Sargan, Sarim Saepudin, Haryanto, Suganda Abdul Malik, Nyumarno.
Sama seperti lima saksi sebelumnya, para saksi diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Bupati Kabupaten Bekasi Neneng Hassanah Yasin. Kabiro Humas KPK Febri Diansyah mengatakan, ada dua hal yang digali penyidik dari empat saksi tersebut.
Pertama, terkait posisi dan peran keempatnya sebagai pansus Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Kedua, pengetahuan para saksi terhadap indikasi kepentingan pihak lain di balik proses penyusunan aturan tata ruang di Bekasi.
"Termasuk, pengetahuan dan peran saksi terkait informasi pelesiran anggota DPRD Bekasi dan keluarga ke Thailand.S ampai saat ini, sekitar 14 anggota DPRD Bekasi telah diperiksa sebagai saksi," kata Febri dalam pesan singkatnya.
Bahkan, sambung Febri, tak menutup kemungkinan penyidik memanggil anggota keluarga para anggota DPRD Bekasi bila anggota DPRD Bekasi yang ikut mendapatkan fasilitas dan perjalanan ke Thailand tak kooperatif dengan memberikan keterangan kepada penyidik. "Tentu kami pertimbangkan ya apakah akan memanggil nanti anggota keluarga yang ikut jalan-jalan ke Thailand. Namun akan lebih baik sebenarnya para anggota DPRD Bekasi ini bersikap kooperatif dan jujur," tutur Febri.
KPK menemukan ada kejanggalan dalam perubahan aturan tata ruang untuk pembangunan Meikarta. Sebab, berdasarkan rekomendasi yang diberikan oleh Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BPKRD) Jawa Barat, proyek Meikarta mendapatkan Izin Peruntukkan Penggunaan Tanah (IPPT) hanya seluas 84,6 hektare, namun, Meikarta justru akan dibangun seluas 500 hektare.
Disinyalir ada pihak yang sengaja merubah aturan tata ruang dan wilayah (RTRW) yang baru di Bekasi. Diduga, aturan tersebut sengaja diubah oleh anggota DPRD Bekasi serta sejumlah pihak untuk memuluskan proyek pembangunan Meikarta.
Dalam kasus ini, Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin beserta kroninya diduga telah menerima hadiah atau janji dari petinggi Lippo Group agar memuluskan perizinan proyek pembangunan Meikarta. Total fee yang dijanjikan Lippo Group itu sebanyak Rp 13 miliar.