Jumat 18 Jan 2019 21:58 WIB

Aktivis Kecam Kekejaman di Balik Sirkus Lumba-Lumba

Gemuruh tepuk tangan bisa ganggu pendengaran dan membuat lumba-lumba stres.

Atraksi sirkus lumba-lumba.
Foto: Putra M Akbar
Atraksi sirkus lumba-lumba.

REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Aktivitas pencinta satwa di Kota Pekanbaru, Riau, terus melanjutkan kampanye menentang sirkus lumba-lumba. Mereka mensosialisasikannya dengan cara mendatangi sekolah-sekolah.

''Tujuan kami untuk mengedukasi anak-anak usia dini tentang kekejaman di balik sirkus lumba-lumba. Di balik atraksi lumba-lumba yang dianggap lucu itu, ada cerita sedihnya,'' kata Juru Bicara Cinta Satwa Riau, Violetta Hasan Noor di Pekanbaru, Jumat.

Sudah selama sepekan terakhir kampanye menentang sirkus lumba-lumba berlangsung di Pekanbaru. Ini merupakan rentetan aksi aktivis Riau sebagai protes terhadap kegiatan sirkus lumba-lumba keliling Wersut Seguni Indonesia (WSI) yang berlangsung di Pekanbaru mulai 12 Januari hingga 17 Februari 2019.

Para aktivis tersebut telah dua kali menggelar aksi damai di dekat lokasi sirkus di Kompleks Purna MTQ Pekanbaru. Kampanye swadaya itu terlihat makin besar, dimulai dari sekadar sosialisasi di media sosial hingga turun ke jalan dengan jumlah hanya segelintir orang.

Kini kampanye berlanjut secara bergerilya ke sekolah. Karena, penyelenggara sirkus memang menargetkan pengunjung dari sekolah-sekolah dengan memberikan diskon tarif masuk.

Violettaa menjelaskan, aktivis Cinta Satwa Riau menyambangi Sekolah Stanley di Kota Pekanbaru pada Jumat. Mereka mendapat respons baik dari pihak sekolah. Puluhan anak dari TK hingga SD kelas enam mengikuti kegiatan tersebut.

Cinta Satwa Riau menggunakan media berupa video pendek untuk menyampaikan pesannya. Segmen pertama berupa pengenalan tentang lumba-lumba dan habitat aslinya. Segmen berikutnya dilanjutkan dengan video berdurasi 10 menit tentang eksploitasi di balik sirkus lumba-lumba.

Video tersebut menunjukkan bagaimana nasib mamalia laut itu yang dipisahkan dari kelompoknya di habitatnya dan dibawa ke sebuah sirkus. Kemudian ditunjukan bagaimana lumba-lumba diangkut dengan kondisi kotak yang sempit, tidak diberi air dengan benar, dan dilatih dalam keadaan lapar.

''Bahkan gemuruh tepuk tangan dalam sirkus juga bisa mengganggu pendengaran dan membuat lumba-lumba stres,'' katanya.

Ia berharap kampanye tersebut bisa memunculkan pandangan objektif ke anak-anak agar menyadari bahwa sirkus lumba-lumba adalah bentuk eksploitasi satwa. ''Kami tidak akan berhenti melakukan edukasi sampai sirkus ini tutup. Kita termasuk yang malu karena Indonesia menjadi negara yang masih memperbolehkan sirkus lumba-lumba, di saat negara-negara lain sudah melarangnya,'' kata Violetta.

Sebelumnya Manajer Operasional PT Wersut Seguni Indonesia (WSI), Tommy Alfredo, saat pembukaan sirkus lumba-lumba di Pekanbaru mengatakan pihak penyelenggara membuka diri dari yang mengeluarkan pernyataan bahwa sirkus itu adalah penyiksaan terhadap lumba-lumba. ''Kita bisa koordinasi yang baik, ngobrol yang baik, wawancara yang baik agar masyarakat sekitar tidak bingung mana yang benar dan mana yang salah," katanya.

Ia menambahkan, dalam penyelenggaraan sirkus keliling sudah melengkapi semua legalitas dan perizinan. ''Kita legal semuanya. Prosedur dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan ada, izin sirkus komplit dan legal ada sampai izin keramaian dari kepolisian juga ada,'' katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement