Rabu 16 Jan 2019 08:20 WIB

Politikus PDIP: Intelijen Sekarang tak Sama dengan Orba

Charles menyebut pidato yang disampaikan Prabowo mengandung banyak ilusi

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Bayu Hermawan
Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Charles Honoris
Foto: ANTARA
Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Charles Honoris

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politikus PDI Perjuangan Charels Honoris menanggapi pidato calon presiden (capres) nomor urut 02 Prabowo Subianto pada Senin (14/1) malam lalu. Charles menyebut pidato yang disampaikan Prabowo mengandung banyak ilusi yang dipengaruhi masa lalu.

"Salah satunya terkait pernyataan bahwa intelijen negara 'jangan intelin mantan Presiden, mantan Ketua MPR RI'dan mantan-mantan yang dia sebut lainnya," ujar Charles dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Selasa (15/1).

Menurutnya, Prabowo seharusnya memahami bahwa intelijen negara saat ini tidak seperti di era Presiden Soeharto. Ia mengungkapkan di era Soeharto, Prabowo bukan hanya telah melakukan intel terhadap orang-orang yang dianggap berseberangan dengan Soeharto ketika itu, tetapi juga terbukti bertanggung jawab terhadap penculikan para aktivis yang sebagian masih hilang hingga sekarang.

"Ibu Megawati Soekarnoputri, seorang perempuan yang sudah 'kenyang' 'diinteli' dan dibatasi ruang geraknya karena menjadi oposan Soeharto saja, (Megawati) tidak pernah teriak-teriak tentang apa yang beliau derita saat itu. Sekarang malah berteriak-teriak jangan intelin rekan-rekannya, yang sebagiannya juga adalah jenderal, Ini kan lucu," kata anggota komisi I tersebut.

Charles mengingatkan bahwa saat ini sudah era reformasi dan keterbukaan, sehingga setiap orang yang merasa diawasi oleh intelijen bisa menempuh jalur hukum. Apalagi, tambahnya, Prabowo memiliki fraksi di DPR yang bisa melakukan pengawasan terhadap kerja-kerja aparat negara. "Jadi jangan dibayangkan sekarang seperti era Orba dulu, di mana presiden dan kroni kompak membungkam suara-suara kritis," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement