Selasa 15 Jan 2019 17:54 WIB

Novel Sebut Pembentukan Tim Gabungan tak Sesuai yang Diminta

Kapolri baru saja membentuk tim gabungan pengusutan kasus Novel Baswedan.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Andri Saubani
Penyidik KPK Novel Baswedan bersiap menjadi saksi dalam sidang kasus merintangi penyidikan perkara korupsi dengan terdakwa Lucas di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (10/1/2019).
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Penyidik KPK Novel Baswedan bersiap menjadi saksi dalam sidang kasus merintangi penyidikan perkara korupsi dengan terdakwa Lucas di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (10/1/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang menjadi korban penyerangan dengan air keras, Novel Baswedan menyatakan, pembentukan tim gabungan oleh Polri tidak sesuai dengan yang diminta selama ini. Menurutnya, pembentukan tim gabungan itu tak ada bedanya dengan sebelumnya.

"Pembentukan tim gabungan ini tidak sesuai yang kami minta. Kalau penyidiknya saja diberi surat tugas baru, rasanya permasalahannya bukan di situ," ujar Novel di gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Selasa (15/1).

Novel mengingatkan, ia dan koalisi masyarakat sipil meminta dibentuknya tim gabungan pencari fakta (TGPF). Sebab, ada bukti dan fakta bahwa proses penyidikan yang dilakukan tidak sungguh-sungguh mengungkap pelakunya. Karena itu, yang diminta dibentuk adalah tim gabungan pencari fakta, bukan tim penyelidik dan penyidik.

"Ini yang kami pertanyakan, bedanya apa dengan yang sebelumnya. Okelah ini baru dibentuk. Kita akan menilai apakah tim ini bekerja dengan benar atau tidak, indikatornya adalah bisa enggak ini diungkap dengan benar," ujar dia.

Novel mengkhawatirkan munculnya kesan seolah-olah beban pembuktian diberikan kepada dirinya karena ada kesengajaan untuk tidak mengungkap kasusnya. Dia mempertanyakan, sejak kapan penyidikan investigasi perkara kejahatan dibebankan kepada korban.

"Sejak kapan ada suatu teror yang diduga ada aktor intelektual di baliknya kemudian dimulai dari motif dulu. Di dunia rasanya tidak ada. Saya penyidik dan saya paham soal itu," katanya.

Novel juga meminta agar pembentukan tim gabungan tersebut tidak sekadar memenuhi rekomendasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Jika itu yang terjadi, tentu itu hal yang sangat buruk dan menunjukkan pemerintah tidak peka. Novel berharap Presiden Joko Widodo memperhatikan ini dan jangan dibiarkan.

"Di beberapa kesempatan ada aparatur, pejabat pemerintah yang ber-statement seolah-olah serangan kepada pegawai KPK adalah kasus biasa. Ini menyedihkan. Bahkan pejabat kita tidak paham bahwa orang yang berjuang memberantas korupsi adalah pejuang HAM," tuturnya.

Novel menekankan beberapa rekomendasi yang disampaikan Komnas HAM. Pertama, serangan terhadapnya sistematis dan teroganisir. Kedua, ada abuse of process dalam proses pengungkapan kasus penyerangan di waktu Subuh yang menimpa dirinya pada 11 April 2017 lalu itu.

"Apakah tim ini akan menindaklanjuti hal itu, saya rasa tidak mungkin karena penyidiknya masuk dalam tim (gabungan) ini. Ini yang saya tanyakan sebenarnya apa yang mau ditindaklanjuti," katanya.

Meski begitu, Novel mengaku akan bersedia bila nantinya ia dimintai keterangan oleh Tim Gabungan Polri. Namun ia meminta syarat, yaitu tim tersebut berkomitmen untuk mengungkap semua serangan yang dialami pegawai KPK.

Menurut Novel, ada dua kemungkinan jika ia memberi keterangan. Pertama akan ditangani sungguh-sungguh. Kedua, hanya akan digunakan untuk menghapus jejak lebih sempurna. Karena itu, sangat wajar apabila ia meminta ada pengungkapan yang serius terhadap serangan-serangan yang terjadi pada pegawai KPK lainnya.

"Saya pernah menyampaikan beberapa bukti penyerangan yang terjadi pada saya, apakah karena kesengajaan atau kelalaian, hilang. Beberapa CCTV yang seharusnya dapat, tidak ada. Beberapa alat bukti sidik jari, tidak ada. Handphone terduga pelaku tidak diambil, tidak diamankan, dan tidak dilakukan pemeriksaan, dan bukti-bukti lain yang ada di Komnas HAM," jelasnya.

Mabes Polri akhirnya menyetujui pembentukan tim gabungan untuk mengusut kasus penyerangan terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan. Pembentukan tim gabungan itu ditandai dengan surat yang ditandatangi Kapolri Jenderal Tito Karnavian dengan nomor Sgas/3/I/HUK.6.6/2019 tertanggal 8 Januari 2019.

"Surat perintah tersebut adalah menindaklanjuti rekomendasi tim Komnas HAM dalam perkara Novel Baswedan," kata Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Polisi Mohammad Iqbal, Jumat (11/1).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement