REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Bupati Bekasi nonaktif, Neneng Hassanah, menjadi saksi dalam persidangan kasus dugaan suap terkait perizinan proyek Meikarta dengan terdakwa Billy Sindoro dan kawan-kawan. Dalam kesaksiannya di Pengadilan Tipikor, Bandung, Senin (14/1) Neneng menyebut nama Mendagri, Tjahjo Kumolo dalam proses perizinan Meikarta.
Pengakuan tersebut diungkapkan Neneng saat Jaksa KPK, I Wayan Riana menanyakan tentang rapat yang diikuiti saksi (Nenang) di Direktorat Jenderal Otonomi Daerah (Otda), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Soni Soemarsono. Dalam rapat itu, Soni menanyakan soal proses izin peruntukan penggunaan tanah (IPPT) untuk proyek Meikarta seluas 84,6 hektare.
"Saya dipanggil dan ditanya sama Dirjen Otda soal IPPT 84,6 hektare," kata Neneng menjawab pertanyaan jaksa KPK.
Neneng mengatakan, saat dirinya bertemu dengan Sumarsono di Jakarta, tiba-tiba telepon Dirjen Otda tersebut berdering. Setelah telepon diangkat oleh Sumarsono, telepon tersebut langsung diserahkan kepada dirinya.
Di ujung telepon sana, Tjahjo Kumolo berbicara kepadanya agar membantu soal Meikarta. "Yang ngomong Pak Mendagri minta tolong dibantu soal Meikarta," ujar dia yang juga menjadi tersangka kasus Meikarta di KPK.
Neneng tak menyebutkan bentuk bantuan yang diminta Tjahjo. Namun, setelah ia menerima telepon dari Mendagri, Sumarsono akan memfasilitasi pertemuan antara Pemprov Jabar, Pemkab Bekasi, dan PT Mahkota Sentosa Utama selaku pengembang Meikarta.
Pada Kamis (10/1) pekan lalu, Soemarsono diperiksa KPK. Usai diperiksa, Soemarsono mengaku dikonfirmasi soal regulasi dan rekomendasi Gubernur Jawa Barat terkait dengan perizinan Meikarta tersebut.
"Substansinya pembangunan sudah berjalan, sementara perizinan belum lengkap. Nah, ini menjelaskan terkait dengan konteks ini dalam hubungannya dengan rapat yang dilakukan di Ditjen Otonomi Daerah dan surat yang kami layangkan pada gubernur supaya mencari solusi, koordinasi antarkepala daerah provinsi dengan kabupaten sebaik-baiknya," jelasnya.
Lebih lanjut, Soemarsono mengatakan, bahwa pertemuan itu diselenggarakan sebagai tindak lanjut dari hasil Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPR RI. "Kami kemudian rapat atas inisiatif Dirjen Otda mengundang pihak-pihak terkait supaya kalau polemik antara kepala daerah, gubernur, dan bupati jangan di ruang publik. Selesaikan dengan koordinasi secara resmi, termasuk mengundang kementerian terkait, termasuk ATR (Agraria dan Tata Ruang) dan seterusnya," ucap Soemarsono.