REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah dinilai perlu mengantisipasi berbagai potensi kebencanaan melalui langkah-langkah mitigasi yang komperehensif.
Upaya ini dipandang penting mengingat wilayah Jateng memiliki potensi kebencanaan yang beragam, mulai bencana hidrometerologi, bencana vulkanologi, hingga tsunami.
"Bahkan Jateng juga disebut sebagai supermarket bencana alam," ujar anggota Komisi E Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jateng, Jamaluddin.
Untuk itu, Jamaluddin mendesak Pemprov Jateng untuk melakukan langkah mitigasi kebencanaan secara komprehensif terkait dengan potensi kebencanaan tersebut.
Menurutnya, belajar dari peristiwa tsunami Selat Sunda beberapa waktu lalu, sudah semestinya para pemangku kebijakan mengambil langkah-langkah mitigasi secara komprehensif.
Berdasarkan pemetaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), sejumlah wilayah di provinsi ini memiliki potensi kerawanan bencana sesuai dengan karakteristiknya.
Di mana untuk wilayah selatan Jateng merupakan zona rawan gempa bumi dan berpotensi tsunami, wilayah tengah rawan longsor dan wilayah utara rawan banjir dan rob.
Selain itu, wilayah timur Jateng juga merupakan zona rawan bencana kekeringan, terutama pada saat musim kemarau.
“Kondisi di Jateng ini dikepung potensi bencana, sehingga baik pemprov maupun masyarakat harus senantiasa waspada," jelas politisi PKS Jawa Tengah ini.
Jamaluddin juga menegaskan, dengan prediksi puncak musim hujan terjadi pada Januari dan Februari 2019, perlunya dilakukan langkah mitigasi yang tepat.
Sehingga bencana yang mangakibatkan jatuhnya korban jiwa massal dan kerugian harta benda yang besar bisa dihindarkan.
Di antara upaya untuk mengurangi risiko bencana ini di antaranya, pemasangan alat pendeteksi bencana atau early warning system (EWS).
Selain itu, pembuatan bangunan tahan gempa harus dimaksimalkan di daerah-daerah yang masuk dalam zona rawan bencana seperti gempa bumi dan gelombang tsunami.
Di sisi lain, lanjut dia, edukasi mitigasi bencana juga penting diperkuat agar kemampuan dalam mengantisipasi dan melakukan penanganan bencana masyarakat di kawasan rawan bencana meningkat.
Salah satu upaya yang bisa dilakukan, masih kata Jamaluddin, adalah peningkatan kemampuan Desa Tangguh Bencana (Destana) 2019, sebagai bagian dari upaya mitigasi dan kesadaran menghadapi bencana alam.
Pelatihan tanggap bencana dan peningkatan jumlah desa tangguh bencana harus dilakukan secara cepat. “Selain upaya secara fisik yang ditingkatkan, BPPD dan pemprov juga harus memaksimalkan penyadaran dan peningkatan kapasitas menghadapi ancaman bencana,” ujarnya.
Seperti diketahui, berdasarkan perhitungan BNPB tentang Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI) 2013 hingga 2018 ini, sejumlah wilayah di Jateng masuk kategori kelas risiko tinggi (risti) kebencanaan.
Beberapa daerah yang dimaksud meliputi Kabupaten Cilacap dan Kebupaten Purworejo, yang menempati urutan pertama dan kedua dari 35 kabupaten/kota di Jateng.
Selain itu, Kabupaten Purworejo juga menempati urutan ke 18 dari 496 kabupaten/kota se-Indonesia dengan skor 215 dan masuk kategori risiko tinggi.