REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Warga Pantai Sampah, Desa Tanjung Lenggang, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat, Sumatra Utara (Sumut) bisa sedikit bernafas lega. Sebab, Gubernur Sumut Edy Rahmayadi sudah memerintahkan jajarannya untuk menghentikan operasi penambangan bahan galian C (pasir dan bebatuan) di sepanjang aliran Sungai Wampu yang melewati wilayah Pantai Sampah.
Praktik penambangan galian C yang berlangsung sejak 2013 itu telah lama dikeluhkan warga. Sebab, kegiatan penambangan memakan tanah warga dan merusak pepohonan di sepanjang aliran sungai.
“Pak Edy memerintahkan bupati Langkat terpilih, Terbit Rencana Perangin-Angin, menghentikan penambangan galian C dalam acara temu muka camat, kepala desa, ormas, dan perwakilan etnis se-Kabupaten Langkat pada 28 November lalu,” kata Ahmad, nama samaran, perwakilan warga Pantai Sampah, Desa Tanjung Lenggang, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat, dalam keterangannya kepada Republika.co.id, Selasa (25/12).
Menurut Ahmad, penambangan itu tak sekadar menggali bebatuan di Sungai Wampu. Akan tetapi, pekerjaan mereka melebar ke kiri-kanan bibir sungai. Alhasil, tanah warga di sepanjang galian runtuh.
Kondisi Sungai Wampu di Pantai Sampah, Tanjung Lenggang, Bahorok pada 2018 setelah penambangan galian C sejak 2013.
Sejak awal beroperasi, warga sudah menyatakan penolakan dan mengirimkan laporan kepada pemerintah Kabupaten Langkat. Tapi, mereka justru menerima intimidasi dari sejumlah oknum tertentu yang berujung kekerasan fisik. Laporan kepada aparatur negara pun tak mendapat respons berarti. Sejak kejadian itu, warga hanya bisa pasrah dan menyaksikan tanah milik mereka lenyap sedikit demi sedikit dihantam keruk ekskavator.
Momen pergantian bupati Langkat dan gubernur Sumut dianggap saat yang tepat untuk mengakhiri penderitaan. Dengan bantuan Sultan Langkat, Tuanku Tengku Azwar, warga terdampak penambangan galian C itu akhirnya berhasil bertatap muka dengan Gubernur Edy.
Akan tetapi, perwakilan warga terdampak merasa masih ada yang mengganjal. Sebab, mereka tak bisa menjelaskan secara gamblang penderitaan mereka yang berlangsung bertahun-tahun sejak penambangan bahan galian C itu beroperasi di wilayah mereka dalam pertemuan tersebut. Meskipun, Gubernur Edy sudah meminta bupati terpilih menghentikan operasi penambangan.
Karena kurang plong, perwakilan warga kemudian berusaha menjalin komunikasi dengan Gubernur Edy saat shalat Subuh di salah satu masjid di Medan Johor, 3 Desember lalu. Mereka berharap Gubernur Edy mendengarkan langsung keluhan mereka agar segera merespons dengan menghentikan pengoperasian penambangan secepatnya. Upaya curhat untuk kali kedua ini kembali gagal. Tapi mereka mendapatkan janji dari orang nomor satu di Sumut itu.
“Saat itu, Pak Edy mau melanjutkan tugas yang lain, jadi tak sempat kami menjelaskan secara jelas penderitaan kami selama ini. Tetapi intinya, Pak Edy bilang akan menutup semua galian C di Bahorok karena itu tempat wisata. Kami senang, walau masih berat hati. Mudah-mudahan penutupan itu segera dilaksanakan. Kami percaya, Pak Edy yang kami pilih saat pemilu kemarin segera menyelesaikan masalah ini,” kata Ahmad.
Ia mengatakan, warga sudah tak mempermasalahkan kejadian yang sudah lewat yang merugikan mereka secara moril dan materil. Mereka hanya berharap operasi penambangan itu segera dihentikan. Sebab, akan lebih banyak tanah warga yang akan lenyap. Karena, pihak penambang kini juga mengoperasikan alat-alat berat mereka di Pantai Sekicik, Desa Suka Rakyat, tak jauh dari lokasi pertama.
"Mereka menurunkan enam ekskavator untuk mengeruk langsung lahan-lahan warga, tempat mencari nafkah. Bayangkan kalau ini terus berlanjut, berapa orang yang akan kehilangan mata pencaharian karena kehadiran oknum penambang ini,” kata Ahmad.
Sejauh ini, diperkirakan 20 hektare tanah warga sudah lenyap akibat praktik penambangan tersebut. Ia berharap Gubernur Edy bertindak cepat. Apalagi saat ini sudah ada aturan dari pemerintah pusat bahwa izin usaha galian C kini diterbitkan langsung pleh provinsi, tidak lagi pihak kabupaten. Ahmad mengatakan, Undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda) itu jadi landasan hukum kuat untuk Gubernur Edy bertindak menghentikan kegiatan penambangan ilegal tersebut.
Menurut Ahmad, warga juga tak hanya memikirkan nasib mereka. Warga merasa potensi banjir bandang yang akan merugikan lingkungan dan mengancam nyawa manusia dapat terjadi akibat kegiatan penambangan galian C. Warga masih mengingat banjir bandang pada 2003 di Bahorok yang memakan puluhan korban.
“Jangan sampai itu terjadi lagi karena Pak Edy bisa jadi sasaran. Kami tak mau gubernur yang kami cintai jadi sasaran karena ulah orang-orang tak bertanggung jawab. Itu sebabnya kami berharap Pak Edy bisa segera bergerak sebelum terjadi kerusakan lingkungan lebih parah. Apalagi belakangan ini bencana terjadi di berbagai tempat di Indonesia. Jangan sampai bencana terjadi di daerah kami karena ulah semena-mena manusia yang dibiarkan,” kata Ahmad.
Berdasarkan keterangan warga yang Republika.co.id dapatkan, izin penambangan galian C saat semula diterbitkan pemerintah Kabupaten Langkat ini atas nama Syafrudin. Republika.co.id tak bisa menghubungi nomor kontak Syafrudin untuk meminta konfirmasi.