REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Dosen Institut Pertanian Bogor (IPB) Ani Purjayanti yang menjadi korban tsunami Selat Sunda, sebelum meninggal sempat ditemukan masih bernyawa. Ia kesulitan bernafas karena kehabisan oksigen hingga meninggal di puskesmas.
"Menurut cerita dari suami almarhumah, saat ditemukan Ibu Ani masih hidup. Kondisinya susah bernafas, sempat minta oksigen," kata Dekan Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB, Nunung Nuryantoro di Bogor, Ahad malam (23/12).
Ani merupakan dosen di Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Saat kejadian, ia sedang berlibur bersama anggota keluarganya. Total ada tiga kepala keluarga, Ani bersama suami dan dua putranya, keluarga adiknya dan keponakannya.
Mereka menginap di cottage Mutiara Carita, Banten. Posisi hotel memang berada di dekat pinggiran pantai.
Nunung menceritakan, saat tiba di rumah duka sementara di Pandeglang, Banten, Ahad siang pukul 14.00 WIB jenazah almarhum sudah dalam kondisi rapi siap untuk diberangkatkan menuju Ambarawa. Selama berada di rumah duka, Nunung mencari informasi kronologi kejadian tsunami yang merenggut nyawa dosen Bahasa Inggris IPB tersebut.
"Saya dapat cerita dari suaminya, saat kejadian anggota keluarga berpencar di ruang terpisah. Suaminya sedang mengaji, Ibu Ani ada di kamar istirahat," ujarnya.
Dari penuturan suami almarhum yang disampaikan Nunung, setelah terjangan tsunami, suaminya mendengar suara orang batuk dari dalam kamar yang diketahui adalah almarhumah Ani. Ani ditemukan pertama kali oleh suaminya, masih dalam keadaan bernyawa, tetapi kritis dan sulit bernafas, diduga karena terendam air dan material yang dibawa tsunami.
"Ibu Ani sempat minta oksigen, dan suaminya mencoba menolong dengan seadanya," kata Nunung.
Saat itu juga, almarhum Ani dibawa ke puskesmas terdekat, tetapi karena peralatan yang tidak memadai, almarhum meninggal dunia di tempat tersebut. Kedua putra almarhum juga berhasil selamat mengalami luka jahitan di kepala, termasuk suami almarhum.
Menurut cerita putra sulung almarhum, sebelum kejadian sempat melihat semburan merah dari arah gunung, dan sudah terasa ada getaran-getaran kecil. "Tapi karena tidak ada firasat, dan tidak ada peringatan dini tsunami, mereka tetap di cottage dan tiba-tiba air langsung menerjang," kata Nunung.
Setelah mengunjungi keluarga, Nunung mendapati keluarga sudah ikhlas dan tabah dengan musibah yang dihadapi. Bahkan suami almarhum tabah, walau dengan kondisi masih luka akibat tsunami.
Sementara itu, beberapa keluarga lainnya masih shock, termasuk putra sulung almarhum yang masih berat atas kehilangan ibunya. Rencananya, Senin nanti putranya akan mengikuti Ujian Akhir Semester (UAS).
"Perlu trauma healing secepatnya untuk para korban karena peristiwa itu korban masih mengalami shock," kata Nunung.
Ia juga mendapatkan cerita dari keponakan almarhum yang sempat menyelamatkan diri dengan memanjat pohon. "Sampai saat ini suami dari adik almarhum Ani masih belum ditemukan. Keluarga masih menunggu kabar," tambahnya.
Jenazah almarhum Ani telah dibawa ke Ambarawa, Jawa Tengah untuk dimakamkan. Pemakaman itu atas permintaan orang tuanya.