REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Fahira Idris mengatakan, tindakan Pemerintah China terhadap muslim Uighur di wilayah Xinjiang, wajib dikecam. Selain bentuk nyata dari Islamphobia, Fahiran mengatakan tindakan Pemerintah China merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak asasi manusia (HAM).
"Apa yang dilakukan Pemerintah China terhadap Muslim Uighur wajib dikecam. Dan mengecam adalah selemah-lemahnya kita membela Muslim Uighur. Jangan sampai bangsa besar seperti Indonesia tidak mengeluarkan pernyataan sama sekali soal nasib Muslim Uighur," ujar Anggota DPD RI Fahira Idris, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (19/12).
Menurut Fahira, alasan China yang sejak April 2017 menangkapi sekitar satu juga masyarakat Uighur dan memasukkan ke dalam kamp-kamp konsentrasi sebagai upaya untuk menangkal terorisme global adalah alasan yang tidak bisa diterima akal sehat. Selain sebagai bentuk nyata dari islamphobia, tindakan ini diduga kuat bentuk pelucutan hak-hak dasar Muslim Uighur sebagai manusia.
"Identitas dan keyakinan agama itu hak dasar yang melekat pada diri manusia dan keduanya sekarang diduga kuat hendak dicabut dari Muslim Uighur. Tidak mungkin, sebagai manusia, kita tidak beraksi melihat apa yang dialami Muslim Uighur. Ini bukan soal kita ‘merecoki’ urusan dalam negeri China, tetapi ini soal kemanusiaan yang pembelaannya menembus batas-batas negara," tegas Anggota DPD RI DKI Jakarta ini.
Oleh karena itu, Fahira berharap dalam waktu dekat ada intervensi dari negara-negara dunia dan kelompok yang lebih besar untuk mengakhiri krisis yang dialami muslim Uighur di Xinjiang terutama melalui solidaritas negara-negara muslim di mana Indonesia menjadi yang terdepan menggalang solidaritas ini.
Tindakan Pemerintah China yang melakukan penahanan massal tanpa proses hukum terhadap sekitar satu juta muslim Uighur di Xinjiang, menuai kecaman dari dunia internasional. Bahkan, beberapa lembaga internasional menyatakan dalam laporannya bahwa para tahanan dibui tanpa dakwaan dan dipaksa meneriakkan slogan Partai Komunis serta tidak diberikan makanan yang cukup dan muncul laporan penindasan yang meluas.