REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembanga pengembangan hukum lingkungan Indonesia yaitu Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) mencatat jumlah kasus kejahatan satwa liar dilindungi di Indonesia meningkat selama kurun waktu 2015 hingga 2018.
Menurut Kepala Diviis Kehutaan dan Lahan ICEL Rika Fajrini, sejak 2015 hingga 2018, upaya penegakan hukum keanekaragaman hayati seakan memiliki dua sisi mata uang. Ia mengakui memang selama periode tersebut ada peningkatan penegakan hukum namun ada juga kebijakan yang menuai cukup banyak kritik seperti peningkatan kasus kejahatan satwa.
"Berdasarkan data Wildlife Crime Unit WCS IP, jumlah kasus kejahatan satwa liar dilindungi tercatat meningkat tajam dari 106 kasus pada 2015 kemudian menjadi 120 kasus pada 2016 dan pada tahun berikutnya 2017 menjadi 225 kasus dan tahun ini saja tercatat sudah ada 35 kasus konflik satwa," ujarnya saat pemaparan catatan akhir tahun 2018 kelompok kerja konservasi:Nasib Gantung Konservasi Keanekaragaman Hayati, di Jakarta, Jumat (14/12).
Tak hanya itu, ia menyebut kegiatan satwa dari 2015 ke 2017 yang paling tinggi adalah perdagangan. Ia menyebut perdagangan satwa secara konvensional masih meningkat, tetapi tren kasus2015 sampai 2017 sedikit alami pergeseran.
"Dari 2015 sampai 2017 terdapat pergeseran yaitu 2015 sampai 2016 perdagangan online mulai menurun dan perdagangan konvensional meningkat. Tetapi di 2016 hingga 2017 perdagangan online yang tadinya turun kembali meningkat," ujarnya.
Dari grafik tersebut, dia menjelaskan, tren 2015 sampai 2018 ada kenaikan kasus cukup tinggi. Pihaknya menanyakan fakta kenaikan kasus tersebut lantaran karena penegakan hukum yang diimbangi dengan kemampuan sumber daya atau bahkan upaya konservasi berhasil. "Itu yang harus kita refleksikan," ujarnya.