Kamis 13 Dec 2018 15:24 WIB

KPU Akui Potensi Gangguan Website Bisa Terjadi Saat Pemilu

KPU sedang mempersiapkan antisipasinya.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Muhammad Hafil
Logo KPU
Foto: beritaonline.co.cc
Logo KPU

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengakui jika potensi gangguan pada website resmi saat masa penghitungan dan rekapitulasi hasil pemungutan suara Pemilu 2019 bisa saja terjadi. Meski demikian, KPU memastikan jika tidak akan ada hasil manipulasi suara dalam pemilu mendatang.

Komisioner KPU, Evi Novida Ginting Manik, mengakui jika gangguan kepada website KPU pasti terjadi. "Kalau potensi itu (gangguan) pasti ada. Kami sudah mempersiapkan antisipasinya," ujar Evi kepada wartawan di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (13/12).

Pertama, kata Evi, KPU melakukan penguatan server lewat kerja sama dengan berbagai pihak, salah satunya Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo). Kedua, KPU menambah server untuk keperluan Pemilu 2019.

Ketiga, bekerja sama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). KPU, kata Evi, menitipkan sejumlah server kepada BPPT.

Menurut Evi, kedua pihak memang memang bekerjasama untuk menguatkan sistem informasi (IT) KPU. "Jadi server dititipkan ini juga karena ada kerja sama dengan BPPT. Selain itu juga sebagai bentuk pengamanan server kami," ungkapnya.

Sementara itu, terkait dengan hasil penghitungan suara pemilu mendatang tidak bisa dikaitkan dengan sistem informasi KPU. Sebab, rekapitulasi hasil pemungutan dan penghitungan suara semuanya dilakukan secara manual.

Dia menjelaskan, sistem pemilihan pemilu nanti tidak mengherankan e-voting. Sejak dari tempat pemungutan suara (TPS), semua dilakukan secara manual.

Setelah dari TPS, hasil pemungutan dan penghitungan suara direkapitulasi oleh panitia pemilihan kecamatan (PPK). Selanjutnya, rekapitulasi hasil suara kembali dilakukan di tingkat kabupaten/kota, provinsi hingga nasional.

Jika ada kekeliruan dalam melakukan rekapitulasi hasil pemungutan suara, menurut Evi masih ada mekanisme koreksi yang juga dilakukan secara berjenjang. Jika ada kesalahan di tingkat TPS, maka bisa dikoreksi di tingkat PPK.

Jika PPK salah merekapitulasi, pada saat penghitungan di kabupaten/kota bisa dikoreksi. Koreksi akan terus berlanjut sampai rekapitulasi tingkat nasional.

Selain itu, untuk melindungi hasil pemungutan suara, setiap saksi juga diberikan salinan hasil penghitungan suara dan seluruh rekapitulasinya. Karenanya, sistem penghitungan ini berbeda dengan sistem IT KPU.

"Sebab penghitungan dilakukan dengan berjenjang. Kalau ada hasil rekapitulasi yang diunggah di laman KPU, maka itu berdasarkan scan dari form C1 yang sifatnya sebagai pembanding saja," tambah Evi.

Sementara itu, menurut Direktur Deteksi Ancaman Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Sulistyo, memprediksi ada tiga hal yang akan terjadi dalam proses Pemilu 2019. Ketiganya yakni, hack, leak dan amplify.

Hack adalah melakukan proses peretasan terhadap infrastruktur penghitungan suara. "Kemudian leak berkaitan dengan upaya pembocoran informas dari para penyelenggara pemilu maupun peserta pemilu," ujar Sulistyo kepada wartawan pada Rabu (12/12).

Ketiga, yakni amplify yang berkaitan dengan membatalkan informasi pribadi menjadi black campaign. Sulistyo menjelaskan pola amplify pernah terjadi saat Pilkada Jawa Timur lalu, di mana sasarannya ada salah satu calon gubernur.

Atas potensi ini, BSSN melakukan fokus pengamanan terhadap website KPU. "Untuk proses pileg dan pilpres yang akan diamankan tentu website KPU. Ancaman dari luar negeri pasti ada. Tetapi bentuknya seperti apa, yang kita belum tahu. Bisa jadi ada IP address dari luar negeri tetapi juga bisa IP address yang di proxy kan dari suatu negara," kata Sulistyo.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement