REPUBLIKA.CO.ID, oleh Amri Amrullah, Ronggo Astungkoro, Rizky Suryarandika, Rizkyan Adiyudha, Eko Widiyatno
Survei terakhir Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA per November 2018 memperlihatkan penurunan elektabilitas pasangan Joko Widodo (Jokowi)-Maruf Amin di angka 53,2 persen dari angka 57,7 persen pada bulan Oktober. Adapun, elektabilitas pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mengalami kenaikan dari 28,6 persen menjadi 31, 2 persen.
Namun jika dirunut dari sekuens survei sejak September, capaian elektabilitas kedua pasangan calon (paslon) di Pilpres 2019 itu fluktuatif dan cenderung stagnan. Meski pun untuk kali pertama, kedua paslon mengalami penururan (Jokowi-Ma'ruf) dan kenaikan (Prabowo-Sandi).
Tren Elektabilitas Jokowi dan Prabowo
Peneliti LSI Denny JA, Rully Akbar menjelaskan, stagnansi elektabilitas Jokowi-Maruf akibat diterpa isu-isu yang sensasional. Isu-isu sensasional yang sering ditimpakan ke Jokowi-Maruf tersebut dianggap efektif membuat elektabilitas Jokowi-Maruf menurun pada November.
"Stagnansi ini disebabkan dari hasil temuan survei dan big data kami. Publik hanya terpapar oleh isu-isu yang sifatnya sensasional, belum masuk ke ranah yang substansial," kata Rully kepada wartawan, Jumat (7/12).
Isu-isu sensasional yang jauh dari substansi program capres tersebut, di antaranya, soal istilah 'politikus sontoloyo' dan 'politik genderuwo'. Dua isu sensasional ini, menurutnya, tidak menyentuh substansi program Jokowi-Maruf.
Hal yang sama, terjadi dengan survei elektabilitas Prabowo-Sandi. Menurut Rully, stagnansi elektabilitas Prabowo-Sandi juga diakibatkan isu-isu sensasional yang dimainkan oleh pasangan nomor urut 02 itu. Karena itu, Rully melihat, sebenarnya tidak ada yang signifikansi besar dalam naik-turunnya angka survei di dua paslon ini.
"Karena fluktuasi suaranya relatif stagnan atau masih masuk di range margin of error," terangnya.
Rully menilai, naik-turunnya tingkat keterpilihan kedua pasangan calon merupakan hal yang biasa selama masa kampanye. Menurutnya, fluktuasi elektabilitas selama dua bulan masa kampanye tidak terlalu signifikan.
“Jarak kedua kandidat masih tetap di atas 20 persen dengan keunggulan Jokowi-Maruf dibandingkan Prabowo-Sandi," ujar dia.
Terkait mayoritas isu dan program yang disurvei oleh LSI, menunjukkan, hingga kini isu dan program yang dimainkan oleh dua paslon capres tidak terlalu memengaruhi elektabilitas. Survei LSI Denny JA mencatat delapan dari 14 isu yang efek elektoralnya tidak terlalu signifikan karena tingkat pengenalan atau popularitas terhadap isu tersebut di bawah 50 persen.
Isu-isu tersebut, yakni 'tampang Boyolali', kunjungan Prabowo Subianto ke gempa Lombok, rapat tahunan IMF di Bali, pernyataan Prabowo tidak akan melakukan impor jika terpilih, isu 'the new Prabowo', dana bantuan IMF kepada korban gempa Palu dan Lombok, 'politik Sontoloyo', dan bergabungnya Yusril Ihza Mahendra ke kubu Joko Widodo-KH Ma’ruf Amin.
Adapun, isu yang berpengaruh pada efek elektoral para capres merupakan isu-isu yang bersentuhan langsung dengan pemilih. Setidaknya ada enam isu yang populer dan punya efek elektoral selama dua bulan masa kampanye ke belakang.
Untuk pasangan Jokowi-Maruf, isu dengan efek elektoral tertinggi, yakni program kunjungan Jokowi ke korban gempa dan tsunami Palu. Isu itu diketahui oleh 75,5 persen pemilih. Untuk isu tersebut pula, Jokowi mengalami surplus positif sebesar 33,3 persen.
Sementara itu, isu yang berpengaruh untuk Prabowo-Sandiaga, yakni kunjungan Prabowo ke korban gempa lombok. Kendati tidak populer, kunjungan tersebut memiliki efek elektoral terhadap pasangan calon nomor urut 02 itu dengan angka sebesar 4,2 persen. Kunjungan ini berada pada peringkat satu isu yang paling berpengaruh terhadap dukungan Prabowo-Sandi selama masa kampanye.
Enam Isu Populer pada Masa Kampanye Pilpres
Peneliti LSI Denny JA, Adjie Alfaraby menyebut isu yang dimunculkan kedua paslon pada masa kampanye belum substantif. Menurut Adjie, baik pasangan Jokowi-Ma'ruf maupun Prabowo-Sandiaga belum banyak merepresentasikan visi, misi maupun program masing-masing kandidat.
"Soal capres, isu yang muncul memang tidak substansif dan merepresentasikan program kandidat, banyak isu receh," ujar Adjie, akhir November lalu.
Menurutnya, isu-isu tidak substantif tersebut tidak berefek ke masyarakat yang belum menentukan pilihannya. Sebaliknya, isu-isu tersebut hanya menguatkan para pemilih loyal ke masing-masing kandidat.
"Hanya menguatkan pemilih loyal," ujar Adjie.
Sementara, pemilih-pemilih yang belum menentukan pilihan, masih menunggu visi, misi maupun program pasangan calon. Karenanya, ia berharap masing-masing kandidat mulai memunculkan isu-isu substantif terkait visi, misi maupun program.
"Kami harap ada lebih banyak debat publik dan masing-masing kubu sampaikan program kerja, agenda kebijakan, sehingga pemilih jelas membedakan antara dua capres dari berbagai isu," kata Adjie.
Adjie berharap, kampanye Pilpres 2019 mendatang tidak seperti kampanye pilpres di Amerika Serikat beberapa waktu lalu. Menurut Adjie, dalam kampanye Pilpres AS 2016, isu yang muncul lebih banyak berkaitan personal dari masing-masing kandidat dibandingkan program. Sehingga, isu-isu tersebut juga yang paling membekas di benak masyarakat AS.
"Jadi karena masifnya yang muncul di Amerika terkait isu-isu yang sifatnya personal, itu membunuh agenda yang terkait dengan program-program, atau kebijakan. Itu yang kita khawatirkan di Indonesia terjadi seperti itu," ujar Adjie.
"Soal capres, isu yang muncul memang tidak substansif dan merepresentasikan program kandidat, banyak isu receh," Peneliti LSI Denny JA, Adjie Alfaraby
Baca juga
- Kritik untuk Narasi Kampanye Jokowi dan Prabowo
- Jokowi: Ada Sembilan Juta Orang Percaya Fitnah
- Prabowo: Biarkan Survei Bilang Apa, Survei Bisa Dibayar
Respons dua kubu
Tim Kampanye Nasional Koalisi Indonesia Kerja (TKN KIK) memastikan angka elektabilitias pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01 segera bergerak naik. Hal itu diungkapkan Ketua TKN Erick Thohir saat menghadiri rapat teknis pembahasan program kerja Rakernas I Relawan Bravo 5, Ahad (9/12).
"Cawapres kita kan belum berkampanye karena masih bersilaturahim. Beliau baru akan berkampanye Januari," kata Erick.
Erick mengungkapkan, tim pemangan koalisi 1 memang menjadwalkan kegiatan kampanye pendamping Jokowi itu pada awal bulan tahun depan. Erick optimistis, saat Ma'ruf mulai berkampanye maka akan mendongrak signifikan elektabilitas Jokowi-Ma'ruf.
Erick enggan merinci bagaimana kampanye tersebut. Namun ia memastikan kampanye Ma'ruf bakal diisi oleh banyak kejutan.
"Insya Allah banyak kejutan," tambahnya.
Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) pasangan Prabowo-Sandi, Djoko Santoso, menyebutkan hingga akhir 2018 ini, tingkat elektabilitas pasangan capres-cawapres yang diusungnya akan menyamai elektabilitas pasangan Jokowi-Ma'ruf.
"Itu target kita," kata dia di Purwokerto, Ahad (9/12).
Djoko menyebutkan, secara berkala pihaknya juga melakukan survei internal terhadap tingkat elektabilitas capres dan cawapres yang diusungnya. Dari hasil survei tersebut juga diketahui, selisih elektabitas pasangan Prabowo-Sandi dan Jokowi-Ma'ruf, sudah semakin menipis.
Dia menyebutkan, hasil survei yang dilakukan internal koalisinya memang sengaja tidak dipublikasikan untuk menghindari situasi politik yang tidak kondusif. Antara lain, seperti hal-hal atau tindakan saling menjatuhkan antar satu dan lainnya.
Namun dia menyebutkan, hasil survei internalnya selalu menunjukkan tren tingkat elektabilitas pasangan Prabowo-Sandi terus mengalami peningkatan. "Kira berusaha, akhir tahun ini tingkat elektabilitasnya bisa sama," jelasnya.