Senin 10 Dec 2018 13:24 WIB

Keluarga Siswa Keracunan Ingin Damai dengan Produsen Minuman

Ajakan damai tersebut dengan syarat perusahaan membayar ganti rugi Rp 150 juta.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Ratna Puspita
keracunan (ilustrasi)
Foto: kidshealth.org
keracunan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Pihak keluarga dari delapan siswa SD Pengasinan 2, Rawalumbu, Kota Bekasi mengajukan damai dengan PT Forisa Nusa Persada (FNP) selaku produsen minuman ringan. Pengajuan damai ini terkait perstiwa keracunan akibat minuman ringan kedaluwarsa, Selasa (4/12) pekan lalu.

Ajakan damai tersebut dengan syarat perusahaan memberikan ganti rugi materiel dan immateriel sebesar Rp 150 juta. "Kami ajukan damai saja dengan terlapor supaya masalah tidak diperpanjang. Tapi, kalau terlapor tidak bersedia memenuhi tuntutan kami, ya hukum terus berjalan," kata Kuasa Hukum SD Pengasinan 2 Samuel Steven ditemui Republika.co.id di Bekasi, Senin (10/12).

Pihak SD Pengasinan 2, orang tua delapan siswa bersama perwakilan PT Forisa Nusa Persada mengadakan pertemuan untuk membahas perkara, kemarin. Pertemuan tersebut untuk menyampaikan tuntutan keluarga kepada perusahaan.

Namun, perwakilan PT FNP belum bersedia mengiyakan tuntutan para keluarga. Mereka, lanjut Samuel, menyatakan perlu berkonsultasi dengan pimpinan perusahaan terkait tuntutan ganti rugi Rp 150 juta.

"Kami minta damai, kalau tidak sepakat, justru tuntutan ganti rugi bagi mereka (perusahaan) bisa mencapai Rp 18 miliar. Ini sudah kami kalkulasikan," ujarnya.

Seperti diketahui, PT FNP dilaporkan oleh SD Pengasinan 2 berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Pasal 202 KUHP berserta dengan ancaman penjara maksimal 15 tahun.

Sebanyak delapan siswa tersebut keracunan usai mengkonsumsi minuman ringan jenis seduh yang sudah kedaluwarsa. Minuman tersebut dibeli dari pedagang minuman ringan di lingkungan SD Pengasinan 2.

Pedagang tersebut mendapatkan minuman ringan kedulwarsa dari dua orang sales PT FNP pada Selasa (4/12) pagi. Pada jam istirahat sekitar pukul 9.30 WIB, delapan orang siswa kemudian mengonsumsi minuman seduh tersebut dan langsung mengalami muntah-muntah dan kejang-kejang jelang setelah 60 detik.

Samuel menjelaskan, kliennya dan pihak perusahaan akan kembali menggelar pertemuan bersama pihak kepolisian untuk membahas opsi damai tersebut. Menurut dia, tuntutan keluarga untuk membayar ganti rugi materiel dan immateriel tidak bisa ditawar.

Suwarnita, salah satu orang tua siswa atas nama Fahri Ramadhan, menuturkan, pihak orang tua memilih untuk tidak memperpanjang masalah demi kebaikan keluarga, sekolah, dan perusahaan. "Daripada memperpanjang masalah dan menyita waktu kami, lebih baik diselesaikan saja," tuturnya.

Ia pun berharap agar kasus serupa tak terulang. PT FNP selaku pemilik minuman kedaluwarsa yang dikonsumsi oleh anaknya agar menuruti keinginan para orang tua korban. Sebab, kasus keracunan yang menimpa para siswa membuat semua orang terkejut. Apalagi, terjadi pada anak usia 10 tahun yang bisa mengancam nyawa.

Menurut dia, Fahri Ramadhan bersama tujuh orang siswa lainnya dirawat di Rumah Sakit Hosana Medika selama dua hari satu malam. Sepekan berlalu, kondisi kesehatan para siswa berangsur pulih dan bisa berkegiatan seperti sedia kala.

Ditemui Republika, tiga orang perwakilan dari PT FNP menolak berkomentar. Ia menjelaskan belum mengetahui bagaimana tahap selanjutnya untuk bisa berdamai dengan para orang tua siswa.

Sementara itu, pemilik kios ‘Mama Nira’ yang menjajakan minuman seduh tersebut sudah kembali berdagang. Ia mengatakan, dirinya menerima minuman seduh tersebut ketika melayani para siswa.

Sales yang mengantarkan barang kemudian meletakan satu dus minuman tersebut dan langsung pergi ketika sudah mendapatkan pembayaran sebesar Rp 200 ribu. “Baru dua minggu dia antar barang ke sini, setelah kemain diperiksan ngakunya salah kirim barang. Saya pun belum lihat ketika saya jual,” tutur dia.

Menurutnya, ia sama sekali tak menduga barang tersebut sudah kedaluwarsa. Sebab, harga barang yang dijual pun merupakan harga normal dan sales tidak menjelaskan detail. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement