REPUBLIKA.CO.ID, WAMENA -- Kepala Kantor Perwakilan Komnas HAM Provinsi Papua Frits B Ramandey mengatakan saksi korban menyampaikan bahwa sebanyak 25 orang pekerja konstruksi di Distrik Yigi dipaksa berbaris dan tangannya diikat. Kemudian, mereka diberondong peluru atau ditembak secara beruntun.
Frits di Wamena, ibu kota Kabupaten Jayawijaya, Kamis (6/12), mengaku sudah bertemu dua korban selamat. Keduanya saat itu juga diikat bersama-sama dengan pekerja lain sebelum ditembaki oleh kelompok kriminal separatis bersenjata (KKSB).
Berdasarkan kesaksian saksi korban yang disampaikan kembali oleh Frits, sebelum tangannya diikat, mereka dipaksa berjalan kaki dari lokasi penyerangan mulai pukul 15.00 WIT hingga pagi ke tempat eksekusi di Gunung Mbua. "25 orang itu diikat, lalu perintah dari pimpinannya untuk mereka diberondong dengan cara yang sadis. Ini tidakan yang tidak manusiawi. Tidak ada orang yang tidak punya alasan untuk memberi alamat kutuk terhadap mereka ini," kata Frits.
Saat insiden penembakan terhadap 25 orang tersebut, 11 orang berhasil meloloskan diri. Akan tetapi, dikejar dan hanya empat orang yang selamat setelah lari terpisah masuk ke dalam hutan belantara.
Sebagian pekerja berhasil lari dari lokasi penembakan awal karena mereka pura-pura terjatuh saat penembakan. Saat anggota KKSB bersorak-sorak, pekerja yang pura-pura tertembak langsung bangun dan lari.
[ilustrasi] Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) berpose dengan latar bendera Bintang Kejora. (Dok. TPNPB)
Dari pengakuan korban selamat yang disampaikan kepada Komnas HAM, KKSB menduga semua pekerja di sana adalah anggota TNI. "Kalau mendengar testimoni dari karyawan, dua minggu sebelumnya mereka (KKSB) sudah melintas di lokasi tersebut dan tahu siapa yang tentara, baik yang ada di Mbua maupun yang ada di Yigi. Pertanyaan kita selanjutnya adalah kenapa mereka bisa sadis melakukan tindakan begini. Sudah ikat orang tidak berdaya, menyita barang-barang mereka, lalu kemudian mereka menembak," katanya.
Frits mengatakan perilaku penembakan secara sadis itu tidak mendapat simpati dari siapa saja. "Karena itu sekali lagi orang-orang itu harus bertanggung jawab, kalau itu pelakunya di bawah struktur OPM, Komnas HAM meminta untuk harus hentikan," katanya.
Frits Ramandey mengatakan perilaku penembakan KKSB tersebut mengesahkan tindakan TNI/Kepolisian untuk melakukan tindakan atau kepentingan hukum. "Dalam mekanisme HAM, kalau di sana pegang senjata (KKSB) dan tentara/polisi pegang senjata di sini maka itu tidak berlaku mekanisme HAM. Itu sah tindakan aparat," katanya.
Frits menambahkan, saksi mengatakan saat penembakan, kelompok berseberangan dengan NKRI itu menggunakan tiga senjata laras panjang dan tiga senjata laras pendek, serta beberapa orang memegang alat-alat seadanya seperti panah, parang dan sebagainya.