Pemerintah dan polisi dapat mengajukan OPM sebagai organisasi ke pengadilan untuk ditetapkan sebagai organisasi (korporasi) teroris, seperti yang dilakukan terhadap Jemaat Islamiyah dan Jamaah Ansharut Tauhid (Daulah). Manfaat nyata yang diperoleh adalah ketiadaan serangan teroris sama sekali, termasuk saat penyelenggaraan Asian Games dan Asian Para Games.
Hal tersebut karena saat kelompok bersenjata ditetapkan pengadilan sebagai organisasi teroris, maka sesuai Pasal 12A terdapat ancaman pidana kepada pendiri, pemimpin, pengurus atau pengendali korporasi, para anggota dan perekrut anggota, termasuk mereka yang berada di luar negeri.
Aparat juga dapat menangkap semua yang terlibat dalam organisasi tersebut tanpa menunggu munculnya serangan dan jatuhnya korban warga sipil.
Di samping itu, penetapannya sebagai korporasi teroris akan membantu ikhtiar Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sesuai UU Nomor 8/2013 tentang Pendanaan Terorisme. PPATK dapat bekerja sama dengan badan intelijen finansial luar negeri untuk melacak aliran dana dan pencucian uang terkait terorisme, termasuk pencegahannya. Bagaimanapun, aliran dana adalah oksigen OPM dan sejenisnya, selain publikasi di media massa dan media sosial.
Begitu OPM, TNPPB, dan sejenisnya ditetapkan sebagai organisasi teroris, pemerintah juga dapat meminta kerja sama internasional. Bagi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), teroris adalah musuh bersama.
Peluang itu membesar saat Indonesia memulai tugasnya selaku anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB pada 1 Januari 2019.
Peluang lainnya adalah saat ini merupakan masa kelam separatisme setelah Uni Eropa menolak mendukung gerakan Katalonia memisahkan diri dari Spanyol. Apalagi, gerakan separatis juga eksis di negara kunci Eropa, seperti Prancis, Jerman, Belgia, dan Italia.