Jumat 30 Nov 2018 21:35 WIB

MA Bantah Korupsi di Peradilan Sudah Membudaya

MA sudah berupaya mewujudkan peradilan yang bersih.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Muhammad Hafil
Mahkamah Agung
Mahkamah Agung

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Mahkamah Agung (MA) Suhadi membantah anggapan bahwa tindakan korupsi di peradilan telah membudaya atau mengakar. Menurutnya, sistem pengawasan terhadap aparatur peradilan sudah maksimal. Hanya saja, semua kembali pada pribadi masing-masing.

"Bukan budaya, tapi cenderung keadaan pribadi orang. Pribadi orang yang tidak kuat mentalnya menghadapi godaan-godaan. Sebagai contoh, pengambil keputusan ya risikonya seperti itu," kata dia, Jumat (30/11).

Suhadi menjelaskan, kalau pergi ke Lapas Sukamiskin, maka akan terlihat banyaknya mantan petinggi negara mulai dari bupati, walikota sampai menteri. "Kenapa? Karena mereka yang punya kewenangan untuk mengambil keputusan. Jadi banyak sekali godaannya. Sama juga dengan hakim. Jadi itu kembali ke pribadinya yang tidak tahan uji," paparnya.

MA pun, lanjut Suhadi, sudah melakukan berbagai upaya untuk mewujudkan peradilan yang bersih. Mulai dari pembinaan ke daerah-daerah, hingga aturan yang dikeluarkan MA sendiri. Misalnya Perma nomor 7, nomor 8, nomor 9 tahun 2016 dan bahkan ada maklumat ketua MA.

"MA sudah menyosialisasikan hampir seluruh Indonesia, pimpinan turun ke bawah, dan rapat pembinaan itu kadang-kadang sampai jam tiga malam. Jadi semua kamar itu memberikan pembinaan, menyampaikan temuan-temuan dari segi teknis, kita dengar keluhannya dari mereka, kita sampaikan jalan keluarnya," ujar dia.

Karena itu, Suhadi mengatakan, aturan yang ada sekarang sudah cukup baik. "Mulai dari undang-undang ataupun yang dikeluarkan oleh MA, tinggal orangnya mau memahami atau tidak, itu permasalahannya," jelasnya.

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita sekitar 45 ribu dolar Singapura dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan terhadap hakim dan panitera Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Ada enam orang yang terkena tangkap tangan KPK itu. Dari enam ini, dua adalah hakim dan seorang panitera.

"Ada sejumlah uang dalam bentuk dolar Singapura yang juga turut dibawa sebagai barang bukti dalam perkara ini. Uang yang diamankan sekitar 45 ribu dolar Singapura," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Rabu kemarin.

Dengan adanya kasus tersebut, kini jumlah aparat pengadilan yang terjerat kasus korupsi menjadi 28 orang sejak Hatta Ali dilantik menjadi Ketua Mahkamah Agung pada Maret 2012

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement