Jumat 30 Nov 2018 19:52 WIB

Upaya Gugatan Keluarga Korban JT 610 Bersama Hotman

Hotman Paris menggandeng pengacara dari AS dalam rencana menggugat Boeing.

Rep: Arif Satrio Nugroho, Antara/ Red: Andri Saubani
[ilustrasi] Sejumlah orang mengangkat peti jenazah pramugari pesawat Lion Air JT 610 Alfiani Hidayatul Solikah sebelum dimakamkan di rumah duka Desa Mojorejo, Kebonsari, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, Rabu (14/11/2018).
Foto: Antara/Siswowidodo
[ilustrasi] Sejumlah orang mengangkat peti jenazah pramugari pesawat Lion Air JT 610 Alfiani Hidayatul Solikah sebelum dimakamkan di rumah duka Desa Mojorejo, Kebonsari, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, Rabu (14/11/2018).

REPUBLIKA.CO.ID, Pengacara kondang Hotman Paris Hutapea menyatakan siap membantu keluarga korban jatuhnya pesawat Lion Air PK-LQP dengan nomor penerbangan JT-610 dalam menyiapkan gugatan kepada Lion Air dan Boeing. Dalam upaya gugatan itu, Hotman bahkan menggandeng pengacara dari Amerika Serikat (AS).

Saat dikonfirmasi Republika,co.id melalui pesan singkatnya, Hotman menyebutkan, pengacara tersebut adalah Manuel Von Ribbeck. "Langkah hukum sudah disiapkan," ujarnya, Rabu (28/11).

Menurut Hotman, Ribbeck sudah berpengalaman dalam menangani kasus kecelakaan penerbangan atau aviation crash. Bahkan, kata Hotman, Ribbeck telah berpengalaman dalam 47 kasus kecelakaan penerbangan.

Terkait langkah hukum yang akan dilakukan Hotman dan rekannya, Hotman masih enggan menjelaskan secara rinci. Ia mengaku sudah banyak anggota keluarga yang siap dibantu menggugat Lion Air.

"Besok agenda bertemu dengan pengacara Amerika itu," ujar Hotman singkat.

Keesokan harinya, atau pada Kamis (29/11) Hotman menggelar konferensi pers di salah satu kedai kopinya di bilangan Kelapa Gading, Jakarta. Von Ribbeck juga terlihat hadir.

Dalam keterangan persnya, Hotman mengimbau keluarga korban Lion Air PK-LQP JT-610 yang jatuh di perairan Karawang untuk menunda menyepakati menerima uang santunan dengan besaran sekitar Rp 1,3 miliar dari Lion Air. Ia meyakinkan agar keluarga berupaya mengajukan gugatan terlebih dahulu.

Hotman menyampaikan, penundaan kesepakatan sebaiknya dilakukan karena terdapat poin bila menerima uang santunan, maka keluarga tidak dapat mengajukan gugatan, baik dari dalam maupun luar negeri. Maka itu, ia mengajak pihak keluarga untuk mengajukan gugatan terlebih dahulu.

Hotman mengimbau Menhub (Menteri Perhubungan) agar mengingatkan Lion bahwa, kompensasi yang ada di Peraturan Menteri Perhubungan itu berlaku untuk kecelakaan apa pun. "Kalau pesawat jatuh karena halilintar pun tetap bayar. Tapi kalau ternyata diduga ada kelalaian, keluarga bebas untuk menggugat di luar itu. Bagaimana?" kata Hotman, Kamis (29/11).

Gugatan untuk Boeing diajukan terlebih dahulu mengingat Boeing adalah produsen pesawat berseri Boeing 737 Max 8 itu. Namun, tak menutup kemungkinan, kata Hotman, pihak Lion juga bakal terseret. Hal itu, kata dia, dilihat dari investigasi akhir Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT).

"Kalau dalam investigasi akhir disebut Lion melakukan kelalaian, Lion akan diikutkan," ujar dia.

Kuasa hukum dari AS yang didatangkan Hotman, Manuel von Ribbeck menuturkan, sebaiknya keluarga menunda menerima kompensasi dari Lion. Karena, besaran ganti rugi bila menggugat Boeing di AS sebagai produsen pesawat jauh lebih besar dari dana kompensasi yang ditawarkan Lion Air. Sementara bila menerima kompensasi dari Lion, pihak keluarga sudah tak bisa mengajukan gugatan sama sekali.

"Kalau sudah dapat dari AS, setiap waktu bisa dapat lagi dari Lion yang tertunda. Jadi ketika Lion menawarkan uang, tunda dulu sampai jelas permasalahannya di pengadilan Chicago," ujar Ribbeck.

Sementara, kata Ribbeck, kewajiban Lion setiap waktu tetap ada. Lagipula, lanjut dia, selama ini Boeing pun masih belum menyangkal kewajibannya dan adanya dugaan cacat produksi.

"Ini jadi mudah-mudahan waktunya (proses) lebih cepat. Bisa satu tahun," ujar dia.

Hotman menambahkan, setidaknya ada enam keluarga yang sudah ia rangkul untuk mengajukan gugatan bersama. Namun, ke depan, ia akan mengajak lebih banyak keluarga korban.

Salah satu keluarga korban Lion Air jatuh, Ramli Abdullah membenarkan adanya surat edaran dari Lion Air yang melarang gugatan setelah dana santunan dicairkan. Mertua anggota DPRD Bangka Belitung atas nama Dolar itu pun masih mempertimbangkan proses pencairan uang ganti rugi tersebut.

"Ya itu surat edaran sudah sampai di anak saya. Tapi saya sudah bicara ke anak saya jangan teken apa pun dan jangan terima. Hanya berita saja dari isu-isu yang beredar di lapangan dari lawyer Lion. Diminta supaya kalau sudah terima santunan, maka tidak boleh ada tuntutan di pihak mana pun, gak berhak menuntut lagi," ujar Ramli.

Hingga tulisan ini diturunkan, Republika belum berhasil mengkonfirmasi pihak Lion Air terkait surat edaran yang dimaksud. Kepala Hubungan Masyarakat (Humas) atau Corporate Communications Strategic Lion Air Danang Mandala Prihantoro, pada (3/11) lalu menerangkan, keluarga penumpang masing-masing akan mendapat santunan berupa ganti kerugian atau klaim asuransi sebesar Rp 1,25 miliar sesuai ketentuan Peraturan Menteri Perhubungan.

Kemudian, klaim bagasi sebesar Rp 50 juta, uang tunggu Rp 5 juta, dan uang kedukaan Rp 25 juta. Terkait jenazah yang telah diserahkan kepada keluarga dan dipulangkan, maka keluarga korban akan dapat memproses kelengkapan dokumen persyaratan klaim asuransi itu karena sudah jelas statusnya. Sementara, uang kedukaan sebesar Rp 25 juta diserahkan kepada keluarga penumpang saat pihak Lion Air menyerahkan jenazah penumpang kepada keluarganya.

"Uang kedukaan sudah diberikan ke keluarga dari jenazah penumpang yang sudah teridentifikasi dan kita langsung memberikan saat menyerahkan jenazah tersebut. Dan saat menyerahkan jenazah tersebut, Lion Air mendampingi segala proses kebutuhan yang diperlukan pihak keluarga hingga jenazah itu diterima oleh keluarga di tempat tujuan," jelasnya.

Baca juga

Permintaan Komunitas Konsumen

Komunitas Konsumen Indonesia meminta Lion Air tidak mempersulit dengan membuat syarat-syarat tambahan dalam memberikan ganti rugi bagi ahli waris korban penerbangan JT 610. Kementerian Perhubungan diminta mengawasi dan melarang pihak Lion Air menerapkan syarat apa pun dalam proses pemberian ganti rugi.

"Ahli waris korban jangan dipersulit dalam proses pencairan ganti rugi, termasuk persyaratan harus menandatangani surat pernyataan yang membebaskan Lion Air maupun pihak-pihak lainnya yang terkait dari segala tuntutan apa pun," kata Ketua Komunitas Konsumen Indonesia David Tobing di Jakarta, Kamis (30/11).

Selain itu, lanjut David, maskapai tidak boleh melarang jika ahli waris ingin menggunakan kuasa hukum atau advokat dalam proses pendampingan ahli waris dalam menuntut hak-haknya. Meskipun, maskapai telah memenuhi Pasal 3 huruf a Permenhub 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara (Permen), yaitu memberikan ganti rugi Rp 1,250 miliar, namun berdasarkan Pasal 23 Permen tersebut besaran ganti kerugian yang diatur dalam aturan tersebut tidak menutup kesempatan kepada ahli waris untuk menuntut ganti rugi pengangkut ke pengadilan.

Seperti diketahui, pesawat Lion Air PK-LQP dengan nomor penerbangan JT-610 dilaporkan hilang kontak pada pukul 06.33 WIB atau sekitar 13 menit usai lepas landas dari Bandara Soekarno-Hatta, pada Senin (29/10). Pesawat itu tidak pernah sampai di Bandara Depati Amir, Pangkalpinang, Bangka Belitung usai dipastikan jatuh di perairan Karawang, Jawa Barat. Saat kecelakaan, pesawat itu mengangkut 189 orang, terdiri atas 178 penumpang dewasa, satu anak, dan dua bayi, serta delapan awak kabin.

[video] Kemenhub akan Melanjutkan Proses Audit Lion Air

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement