REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengajak kepedulian tentang hutan kepada akademisi terutama siswa dan mahasiswa. Terutama tentang pentingnya sistem perhutanan sosial.
Ia menjelaskan, program perhutanan sosial ini sebetulnya diperuntukan untuk pencapaian ekonomi secara berkeadilan. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pola pemberdayaan dan dengan tetap berpedoman pada aspek kelestarian.
"Sebagai penggerak, generasi muda harus mengenal potensi yang ada di alam dalam mendorong geliat ekonomi desa, sebagai pusat pertumbuhan ekonomi baru," katanya dalam acara dialog nasional di Taman Hutan Rakyat (Tahura) Bandung, Rabu (28/11).
Perhutanan Sosial ini membuktikan besarnya keberpihakan pemerintah kepada masyarakat, sekitar 27 persen sampai 30 persen hutan diberikan untuk rakyat. Sesuai target dalam RPJMN Tahun 2014-2019, luas akses kelola hutan bagi masyarakat dialokasikan sebesar 12,7 juta hektare melalui Perhutanan Sosial dengan skema Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Desa (HD), Hutan Tanaman Rakyat (HTR), Kemitraan Kehutanan, dan Hutan Adat (HA).
Hingga tahun 2018 (sampai dengan bulan November 2018), telah diterbitkan SK Perhutanan Sosial seluas 2,1 juta hektare dengan jumlah SK sebanyak 5.097 unit untuk 497.925 KK.
Beberapa contoh keberhasilan pengelolaan areal perhutanan sosial telah dapat meningkatkan pendapatan masyarakat sekaligus membantu menjaga dan melestarikan kawasan hutan secara swadaya. Sebagai contoh, HKm Kalibiru di Yogyakarta, Hutan Desa Wanagiri di Buleleng, Izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial (IPHPS) Muara Gembong di Bekasi, serta IPHPS Gunung Rakutak dan Gunung Puntang di Kabupaten Bandung.
"(Tahura; red) ini salah satu hutan sosial untuk ekowisata," kata Siti.