REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi III DPR Mulfachri Harahap menilai sudah saatnya evaluasi dilakukan terhadap sistem pengawasan di seluruh lembaga negara. Hal ini menyusul tertangkapnya kembali hakim dan unsur pegawai pengadilan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Mulfachri menilai sistem pengawasan yang ada saat ini belum komprehensif. "Ini kita bicara sesuatu yang lebih komprehensif, tidak hanya sekedar berlaku seperti pemadam kebakaran, saat kejadian ada, kemudian sibuk untuk memadamkan api," ujar Mulfachri di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (28/11).
Menurutnya, sistem pengawasan di seluruh lembaga harus mencakup pengawasan sejak mulai pencegahan. Hal ini agar perilaku koruptif para penyelenggara negara, dapat dicegah sejak dari awal.
"Tetapi lebih kepada yang sifatnya preventif, potensi untuk menciptkan masalah kita kaji dn evaluasi untuk kmudian kita cari format yg baik agar ke depan upaya-upaya atau kejadian-kejadian tidak terulang kembali," ujar Mulfachri.
Wakil Ketua Umum PAN itu menilai persoalan korupsi di Indonesia memang sudah saatnya dicarikan jalan keluar. Karena, intensitas kasus korupsi sudah begitu tinggi.
"Saya kira memang ada masalah yang sangat fundamen yang harus kita carikan jalan keluarnya," ujar Mulfachri.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengamankan enam orang dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Jakarta yang berlangsung pada Selasa (27/11) malam hingga Rabu (28/11) dini hari.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, dari keenam orang yang diamankan terdapat hakim, pegawai di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan advokat. "Dari enam orang tersebut, terdapat hakim, pegawai di PN (Jakarta Selatan) dan advokat. Mereka masih dalam proses pemeriksaan saat ini," kata Febri dalam keterangan tertulis, Rabu.
Menurut Febri, diduga akan terjadi transaksi terkait penanganan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.