Jumat 23 Nov 2018 20:42 WIB

Bupati Bekasi tak Tahu Soal Penanggalan Mundur Izin Meikarta

Neneng Hassanah Yasin terjerat kasus korupsi terkait perizinan Meikarta.

Rep: Dian Fath Risalah, Antara/ Red: Andri Saubani
Bupati nonaktif Bekasi Neneng Hassanah Yasin  memberikan keterangan kepada media usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Senin (22/10).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Bupati nonaktif Bekasi Neneng Hassanah Yasin memberikan keterangan kepada media usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Senin (22/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -  Bupati nonaktif Bekasi, Neneng Hasanah Yasin mengaku tak tahu menahu ihwal dugaan penanggalan mundur (backdate) perizinan proyek Meikarta. Pada hari ini, Neneng kembali menjalani pemeriksaan di Gedung KPK.

"Saya tidak mengetahui tentang backdate. Saya enggak tahu tentang backdate itu," ujar Neneng usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK Jakarta, Jumat (23/11).

Diketahui, terkait dengan perizinan, KPK mendalami informasi adanya indikasi penanggalan mundur  dalam sejumlah dokumen perizinan Meikarta, yaitu sejumlah rekomendasi sebelum penerbitan IMB, perizinan lingkungan dan pemadam kebakaran, dan lainnya. Jika rekomendasi-rekomendasi tersebut tidak diproses dengan benar, risiko seperti masalah lingkungan seperti banjir dan lainnya di lokasi pembangunan properti dapat menjadi lebih tinggi.

"Terkait dengan adanya dugaan penanggalan mundur dalam perizinan Meikarta ini, KPK sedang menelusuri juga apakah pembangunan sudah dilakukan sebelum perizinan selesai," terang Kabiro Humas KPK Febri Diansyah.

"Kami menduga persoalan perizinan Meikarta terjadi sejak awal, misal: masalah pada tata ruang. Karena itu, sebenarnya beralasan bagi pihak Pemprov, Pemkab ataupun instansi yang berwenang untuk melakukan evaluasi terhadap perizinan Meikarta," tambah Febri.

Lebih lanjut ia menambahkan, peruntukan lahan dan tata ruang penting diperhatikan agar pembangunan properti dapat dilakukan secara benar dan izinnya tidak bermasalah. Karena jika ada masalah, maka hal ini dapat merugikan masyarakat yang menjadi konsumen.

"Adanya temuan KPK tentang dugaan suap dalam proses perizinan, dan indikasi backdate sejumlah dokumen perizinan semestinya bisa menjadi perhatian bagi pihak yang memiliki kewenangan untuk melakukan review perizinan Meikarta," tegasnya.

Sebelumnya, dari serangkaian bukti komunikasi dan pemeriksaan saksi oleh penyidik KPK, kasus ini semakin mengerucut kepada kepentingan Lippo Group, selaku pengembang megaproyek 'Kota Baru' itu. Proyek Meikarta digarap oleh PT Mahkota Sentosa Utama (MSU), anak usaha PT Lippo Cikarang Tbk.

Secara keseluruhan, nilai investasi proyek Meikarta ditaksir mencapai Rp 278 triliun. Meikarta menjadi proyek terbesar Lippo Group selama 67 tahun grup bisnis milik Mochtar Riady itu berdiri.

Dalam kasus ini, Billy Sindoro diduga memberikan uang Rp 7 miliar kepada Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin dan anak buahnya. Uang itu diduga bagian dari fee yang dijanjikan sebesar Rp 13 miliar terkait proses pengurusan izin proyek Meikarta.

KPK sudah menetapkan Bupati Bekasi periode 2017-2022 Neneng Hasanah Yasin (NHY) dan Direktur Operasional (DirOps) Lippo Group, Billy Sindoro (BS) sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta.

Selain Neneng dan Billy, ‎KPK juga menetapkan tujuh orang lainnya yakni, dua konsultan Lippo Group, Taryadi (T) dan Fitra Djaja Purnama (FDP), serta Pegawai Lippo Group, Henry Jasmen (HJ).

Kemudian, Kepala Dinas PUPR Bekasi, Jamaludin (J), Kepala Dinas Damkar Bekasi, Sahat ‎MBJ Nahar (SMN), Kepala Dinas DPMPTSP Bekasi, Dewi Tisnawati (DT) serta Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Bekasi, Neneng Rahmi (NR).

‎PT Mahkota Sentosa Utama (MSU), anak perushan Lippo Group, sebagai pengembang Meikarta, menegaskan, bakal melakukan investigasi internal terkait kasus ini. PT MSU berkomitmen untuk bekerja sama penuh dengan KPK.

"Maka kami dari kantor hukum Integrity (Indrayanan Centre for Government, Constitution, and Society) selaku kuasa hukum PT MSU yang mengerjakan Meikarta. Dengan ini perlu menyampaikan beberapa hal," ujar Senior Partner Integrity Denny Indrayana melalui keterangan resmi yang diterima Republika, Selasa, (16/10).

Pertama, kata Denny, PT MSU merupakan korporasi yang menjunjung tinggi prinsip good corporate governance dan antikorupsi. Dengan begitu, telah dan terus berkomitmen untuk menolak praktik-praktik korupsi, termasuk suap dalam berbisnis.

Kedua, meski KPK baru menyatakan dugaan, perusahaan sudah sangat terkejut dan amat menyesalkan kejadian tersebut. "Maka langkah pertama kami adalah, PT MSU langsung melakukan investigasi internal yang independen dan obyektif untuk mengetahui apa sebenarnya fakta yang terjadi," kata Denny.

Ketiga, ia menyebutkan, jika memang ada penyimpangan atas prinsip antikorupsi yang menjadi kebijakan perusahaan, maka PT MSU tidak akan mentolerir. "Kami tidak akan segan-segan untuk memberikan sanksi dan tindakan tegas kepada oknum yang melakukan penyimpangan tersebut, sesuai ketentuan hukum kepegawaian yang berlaku," tegasnya.

Keempat, ia menegaskan, PT MSU menghormati dan akan mendukung penuh proses hukum di KPK. Perseroan pun akan bertindak kooperatif membantu kerja KPK untuk mengungkap tuntas kasus dugaan suap tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement