Kamis 22 Nov 2018 17:39 WIB

JPU KPK Tuntut Bupati Bener Meriah 4 Tahun Penjara

Bupati Bener Meriah dinilai terbukti menyuap Gubernur Aceh.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Bayu Hermawan
Bupati Bener Meriah nonaktif Ahmadi  berjalan usai menjalani sidang  beragendakan tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Kamis (22/11).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Bupati Bener Meriah nonaktif Ahmadi berjalan usai menjalani sidang beragendakan tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Kamis (22/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) menuntut Bupati Bener Meriah Ahmadi dengan hukuman pidana empat tahun penjara dengan denda Rp250 juta serta subsider enam bulan kurungan. JPU KPK menilai, Ahmadi terbukti menyuap Gubernur Aceh Irwandi Yusuf terkait penggunaan Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) tahun anggaran 2018.

"Telah terbukti sah dan terbukti secara hukum melakukan korupsi secara berlanjut," kata JPU KPK Ali di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (22/11).

Menurut JPU, Ahmadi melakukan pemberian uang  agar Irwandi Yusuf mengarahkan Unit Layanan Pengadaan (ULP) Provinsi Aceh memberikan persetujuan terkait usulan Ahmadi, supaya kontraktor dari Kabupaten Bener Meriah dapat mengerjakan program pembangunan yang bersumber dari DOKA Tahun  2018 di Bener Meriah.

Adapun, dalam pertimbangan JPU KPK, hal yang memberatkan adalah karena perbuatannya tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi. Perbuatan Ahmadi juga dinilai telah tatanan birokrasi. Sementara hal yang meringankan Ahmadi dinilai bersikap sopan selama menjalani persidangan, belum pernah dihukum‎.

Ahmadi dinilai telah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001 jo pasal 64 ayat 1 ke-1 KUHP. 

Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan empat orang tersangka dalam kasus tersebut, yakni, Gubernur Aceh Non-aktif Irwandi Yusuf, Ahmadi, dan dua pihak swasta Hendri Yuzal serta Syaiful Bahri. Untuk tiga tersangka lainnya JPU KPK akan membacakan dakwaan pada Senin (26/11) pekan depan.

"Untuk Irwandi Yusuf, T. Saiful Bahri, dan Hendri Yuzal, berkas dan dakwaan telah dilimpahkan JPU sebelumnya dan akan dijadwalkan persidangan perdana pada hari Senin, 26 November 2018 di Pengadilan Tipikor Jakarta," kata Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah dalam pesan singkatnya, Kamis (22/11).

KPK sebelumnya menemukan indikasi bancakan yang dilakukan oleh Irwandi dan oknum pejabat di Aceh, baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota terhadap DOK Aceh tahun anggaran 2018. Lembaga antirasuah itu juga telah menahan Gubernur Aceh non aktif Irwandi Yusuf dan ajudannya Hendri Yuzal, Bupati Bener Meriah non aktif Ahmadi serta seorang pengusaha T Saiful Bahri.

Dari temuan awal, KPK menduga setiap anggaran untuk proyek yang dibiaya dari DOK Aceh dipotong 10 persen, 8 persen untuk pejabat di tingkat provinsi, dan 2 persen di tingkat kabupaten/kota.

Pada tahun ini, Aceh mendapat alokasi dana otsus sebesar Rp 8,03 triliun. Pemberian dana otsus ini tertuang dalam UU Nomor 15 Tahun 2017 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2018.

KPK menjerat Irwandi, Hendri dan Syaiful sebagai penerima suap dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sementara untuk gratifikasi, Irwandi dijerat kasus dugaan gratifikasi terkait proyek pembangunan Dermaga Bongkar pada Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang tahun anggaran 2006-2011. KPK menduga, Irwandi selaku Gubernur Aceh periode 2007-2012  telah menerima gratifikasi senilai total Rp 32 miliar. Gratifikasi tersebut tidak dilaporkan Irwandi kepada KPK selama 30 hari.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement