REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Direktur Operasional PT Murakabi Sejahtera Irvanto Hendra Pambudi Cahyo yang juga keponakan mantan Ketua DPR Setya Novanto berkeras tidak menerima keuntungan apa pun dari proyek KTP-Elektronik (KTP-el). Hal itu diungkapkan Irvanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Rabu (21/11).
"Saya hanya suruhan, kurir, perantara atau intermediary untuk Setya Novanto menurut penuntut umum. Saya tidak mendapat keuntungan apa pun baik uang atau pekerjaan, di manakah keadilan?. Tuntutan pidana dari penuntut umum sulit untuk dipahami," kata Irvanto.
Irvanto bersama dengan pemilik OEM Investment Pte Ltd Made Oka Masagung dituntut 12 tahun penjara ditambah denda Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan, Oleh jaksa penuntut umum KPK, ia dinilai terbukti menjadi perantara pemberian uang 7,3 juta dolar AS kepada mantan Ketua DPR Setya Novanto dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi KTP-E.
"Penuntut Umum (PU) mengatakan keterangan saya adalah bantahan dan tidak didukung bukti. Saya keberatan karena itu kejadian itu benar-benar saya alami dan saya lakukan. Saya tidak punya niat apa pun selain agar KPK dapat menguak lebih luas aliran uang KTP-el. Saya tetap menyampaikan hal itu walau saya tahu akan ada bantahan dari pihak-pihak yang saya ungkapkan itu," tambah Irvanto.
Irvanto lalu kembali menyebutkan sejumlah anggota DPR RI yang mendapat uang dari pengusaha Andi Narogong terkait proyek KTP-el. Irvanto berperan untuk mengantarkan uang tersebut.
"Saya disuruh Andi Narogong untuk menyerahkan uang ke politikus Partai Golkar Chairuman Harahap sebenar 500 ribu dolar AS melalui anaknya Atje Harahap, di Kafe Victoria Jakarta. Saya serahkan bersama dengan istri saya. Lalu ada juga penyerahan 1,2 juta dolar Singapura ke Chairuman Harahap di The Cafe, Hotel Mulia," ungkap Irvanto.
Selanjutnya Irvanto diminta Andi Narogong untuk menyerahkan uang 100 ribu dolar AS untuk politikus Partai Demokrat Jafar Hafsah. "Saya juga disuruh Setya Novanto mengambil 700 ribu dolar AS dari Andi Narogong, setelah itu diserahkan ke Ade Komarudin. Andi lalu menyuruh saya menyerahkan 100 ribu dolar Singapura ke Azis Syamsudin di rumahnya di Pondok Indah," jelas Irvanto. Azis adalah politikus Partai Golkar.
Irvanto juga atas permintaan Andi Narogong memberikan uang 1 juta dolar AS ke dua politikus Golkar, Melchias Marukus Mekeng dan Markus Nari di ruangan Setya Novanto di DPR. Dan masih atas permintaan Andi, ia memberikan 500 ribu dolar AS politikus Golkar, Agun Gunanjar di Kafe Batavia Senayan.
"Andi Agustinus kembali menyuruh saya mengambil 1 juta dolar Singapura untuk diberikan ke Agun Gunandjar di rumah Agun kompleks DPR Kalibata. Keterangan saya menerima uang KTP-el inilah yang mendasari permohonan saya untuk menjadi justice collaborator yang saya sampaikan pada 6 April 2018, 8 April 18 dan 31 Mei 2018," tambah Irvanto.
Selain uang, Irvanto juga mengaku mengantarkan tas Hermes untuk Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri saat itu Diah Anggraeni.
"Setelah saya menerangkan anggota DPR menerima uang, rumah saya dilempari botol oleh orang tak dikenal dan juga mengalami ancaman verbal. Istri saya merasa terancam dan saya minta perlindungan dari KPK pada 3 April 2018, sehingga keterangan ini bukan mengada-ngada dan untuk mencocok-cocokkan dengan keterangan Setya Novanto karena saya mempertaruhkan keselamatan keluarga saya," tegas Irvanto.
Irvanto memang mengaku dijanjikan oleh Andi Narogong uang Rp1 miliar dan pekerjaan KTP-el untuk PT Murakabi Sejahtera. Tetapi sampai sekarang, kata Irvanto, uang dan pekerjaan tidak diberikan karena Andi mengaku mengalami kerugian dan proposalnya dinilah terlalu mahal.
"Saya khilaf karena terlena dengan janji pemberian uang dan pekerjaan, akibatnya saya harus menghadapi konsekuensi hukum yang berat dan berada dalam tahanan hakim di penjara. Izinkan saya menyampaikan permohonan dan harapan kiranya saya mendapat hukuman seringan-ringannya," tambah Irvanto.
Dalam perkara ini, Irvanto pada 19 Januari 2012-19 Februari 2012 beberapa kali menerima uang dari Direktur Utama PT Biomorf Lone Indonesia Johanes Marliem yang seluruhnya berjumlah 3,5 juta dolar AS melalui Riswan alias Iwan Baralah dengan memberikan nomor rekening perusahaan atau money changer di Singapura kepada Irvanto. Selanjutnya, Irvanto memerintahkan Johannes Marliem untuk mengirimkan uang ke beberapa rekening perusahaan atau money changer di luar negeri.
Johannes Marliem lalu mengirimkan uang sesuai dengan permintaan Irvanto dan setelah Johanes mengirimkan uang tersebut. Irvanto menerima uang tunainya dari Riswan secara bertahap seluruhnya berjumlah 3,5 juta dolar AS.
Terkait perkara ini, sudah beberapa orang dijatuhi vonis, yaitu mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) pada Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri Sugiharto dan mantan Dirjen Dukcapil Irman masing-masing 15 tahun dan denda masing-masing Rp 500 juta subsider 8 bulan kurungan. Mantan Ketua DPR Setya Novanto 15 tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan, Direktur Utama PT Quadra Solutions Anang Sugiana Sugihardjo selama enam tahun penjara ditambah denda Rp 1 miliar subsider empat bulan kurungan ditambah kewajiban untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 20,732 miliar.
Mantan anggota Komisi II DPR Miryam S Haryani divonis lima tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan. Pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong divonis Mahkamah Agung selama 13 tahun penjara ditambah denda Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan serta wajib membayar uang pengganti sebesar 2,15 juta dolar AS dan Rp 1,186 miliar subsider lima tahun kurungan.
Mantan anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar Markus Nari juga sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara KTP-el. Markus disangkakan menghalang-halangi penyidikan namun proses penyidikannya masih berlangsung di KPK.