REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Mahkamah Agung (MA) menjatuhkan pidana kurungan penjara kepada ibu Baiq Nuril, korban pelecehan seksual yang dikriminalisasi. Jaksa pun hendak melaksanakan putusan tersebut kepada ibu Nuril pada Rabu (21/11) depan.
Kuasa Hukum Nuril, Joko Sumadi membenarkan surat eksekusi tersebut. Namun dia meminta agar upaya eksekusi tersebut dapat ditunda.
“Kita rencana masih akan melakukan upaya untuk eksekusi tidak dilaksanakan hari Rabu 21 November,” kata Joko saat dikonfirmasi Republika.co.id, Jumat (16/11).
Upaya yang akan ditempuh terang Joko, yakni dengan berkirim surat kepada kejaksaan dan juga Kejaksaan Agung agar eksekusi tersebut dapat ditunda. Penundaan dibutuhkan karena mereka membutuhkan waktu untuk menyusun materi peninjauan kembali (PK) ke MA.
Upaya selanjutnya, kata dia, menegaskan kembali bahwa pihaknya belum menerima salinan putusan untuk menjadi dasar eksekusi. Sehingga menurutnya jika eksekusi tetap dilakukan maka akan berlawanan dengan Pasal 270 KUHAP.
“Perlawanan dengan dasar Pasal 270 KUHAP karena salinan putusan belum diterima,” ucapnya.
Diketahui, Nuril divonis enam bulan kurungan penjara dan denda Rp 500 juta. Nuril di vonis bersalah karena dianggap melanggar Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang ITE.
Di Pengadilan Negeri Mataram, Nuril divonis tidak terbukti menyebarkan rekaman percakapan dirinya dengan kepala sekolah SMAN 7 Mataram pada 2012 berisial, M.
Konten dalam rekaman tersebut berisi ujaran kepala sekolah yang menceritakan hubungan asusilanya dengan atasan Nuril di bagian keuangan SMAN 7.
Suami Nuril, Lalu Muhammad Isnaeni (40) mengatakan istrinya tidak bersalah karena memang bukan orang menyebarluaskan rekaman percakapan asusila tersebut.
Sedangkan tindakan Nuril yang merekam percakapan M tersebut adalah bentuk pertahanan diri dari perbuatan tidak senonoh tersebut.
"Istri saya tidak bersalah dan menjadi korban, malah dianggap bersalah, sedangkan orang yang ngomong cabul tidak diproses, malah diberikan kenaikan pangkat jabatan," lanjutnya.
Isnaeni mengaku kasus yang menimpa istrinya membuat kondisi perekonomian keluarganya agak terganggu. Istrinya, kata dia, sudah tidak lagi bekerja.
Isnaeni yang sebelumnya bekerja di salah satu hotel di Gili Trawangan terpaksa keluar dari pekerjaannya untuk mendampingi istrinya.