REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru bicara Tim Kampanye Nasional Koalisi Indonesia Kerja (TKN KIK) Ace Hasan Syadzily menanggapi pernyataan jika parpol pengusung Jokowi-Ma'ruf, juga khawatir tidak mendapatkan efek ekor jas (coattail effect) di Pilpres 2019, seperti Partai Demokrat. Menurutnya, hal itu tidak sepenuhnya benar dan tergantung siapa capres yang diusung oleh parpol tersebut.
"Mungkin itu berlaku bagi capresnya Prabowo yang juga ketua umum Partai Gerindra dan cawapres Pak Sandi yang juga kader Partai Gerindra," katanya kepada Republika.co.id, Rabu (14/11).
Menurutnya hal itu berbeda dengan sosok capres petahana Joko Widodo (Jokowi) yang tidak dianggap berasosiasi kuat dengan PDI Perjuangan. Jokowi dianggap selalu memberikan kesempatan kepada seluruh partai koalisi untuk berjalan bersama dan mendorong partai koalisi untuk bersama-sama memenangkan Pileg 2019 nanti.
"Pak Jokowi mampu membangun kebersamaan dalam koalisi dan memberikan keleluasaan bagi koalisi untuk bersama-sama berkompetisi secara sehat di dalam internal koalisi," ujarnya.
Ace menambahkan bahwa Jokowi juga tidak berasosiaskan dengan salah satu partai mana pun. Bahkan Partai Golkar selalu berusaha untuk melakukan co-branding, misalnya dengan GOJO (Golkar-Jokowi). "Intinya, ya tergantung siapa capresnya, kemampuan mengelola koalisi dengan sebaik-baiknya," ungkapnya.
Anggota Komisi VIII DPR tersebut juga menegaskan bahwa Partai Golkar tidak hanya memprioritaskan pemilihan legislatif (pileg) semata, melainkan keduanya, baik pileg maupun pilpres harus seiring dan sejalan karena sistem pemilihan berjalan serentak.
Sekretaris jenderal (sekjen) Partai Gerindra Ahmad Muzani sebelumnya menyebut tidak hanya Partai Demokrat yang khawatir tidak mendapatkan efek ekor jas (effect ekor jas). Muzani mengungkapkan suasana serupa juga terjadi di kubu partai pengusung calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) Joko Widodo-KH Ma'ruf Amin.
"Di Pak Jokowi juga terjadi suasana seperti itu kan, kemudian banyak partai, saya udah perhatikan caleg-caleg koalisi sana nggak pasang gambar Pak Jokowi, samanya itu," kata Muzani di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (13/11).
Ia menilai hal itu terjadi lantaran pemiihan legislatif dan pemilihan eksekutif dilakukan serentak. Sehingga kemudian partai mengambil langkah pragmatis untuk mengamankan suara mereka lolos di parlemen. "Jadi itu menurut saya paradoks demokrasi yang kita maksudkan. Ini negara besar dengan komplikasi yang juga besar," ujarnya.