Senin 12 Nov 2018 13:06 WIB

TKN: Sontoloyo Hingga Genderuwo adalah Realitas Politik Kita

Karding menganggap aneh kalau kubu lawan selalu tersinggung dibandingkan rakyat.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Ratna Puspita
Abdul Kadir Karding
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Abdul Kadir Karding

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Maruf Amin Abdul Kadir Karding menyebut pernyataan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) Jokowi-Maruf Amin soal politisi Sontoloyo, politik Genderuwo, hingga buta-tuli merupakan realitas politik saat ini.

"Bahasa bahasa Sontoloyo, Genderuwo oleh Pak Jokowi dan istilah buta dan tuli sengaja dipilih Kiai Maruf dalam konteks realitas politik saat ini, agar mudah dipahami oleh rakyat banyak," kata Karding kepada wartawan, Senin (12/11).

Baca Juga

Pihak yang mempersoalkan perkataan politisi sontoloyo, politik genderuwo, sindiran buta-tuli akan kinerja pemerintah, menurut dia, tidak memahami realitas politik sekarang. Ia menjelaskan kata politik genderuwo adalah model politisi yang berusaha menakut-nakuti rakyat, tetapi argumentasinya tidak sesuai fakta.

"Saya menduga keras kata Genderuwo ini, karena pak Jokowi begitu prihatin dan khawatir dengan model kampanye yg membangun fitnah, hoaks, dengan data palsu, demi menakut nakuti masyarakat,” kata dia.

Begitu juga soal politisi sontoloyo, Karding menegaskan, kata tersebut ditunjukkan kepada politisi yang asal berbicara dengan tujuan membuat dampak negatif di masyarakat. Politik asal bicara atau ngomong itu mengedepankan adu domba, menghalalkan segala cara, hingga SARA. 

Karding mengungkapkan hal yang sama disampaikan Kiai Ma’ruf yang menyentil lewat istilah buta dan tuli bagi kelompok yang enggan mengakui hasil kinerja pemerintah Jokowi. Konteksnya, ia mengatakan, soal orang yang tidak mau menerima fakta keberhasilan pemerintahan Jokowi. 

“Jadi bukan ditafsirkan soal fisik, seolah menyinggung kelompok disabilitas,” kata dia.

Karding menegaskan kata tersebut dipilih sendiri secara sadar oleh Jokowi dan Kiai Maruf. Ia menambahkan kata itu bukan atas usul TKN demi menyerang kelompok lawan atau mereka yang tidak senang dengan Jokowi.

"Kata-kata ini segaja dipilih Pak Jokowi dan Kiai Maruf agar masyarakat mudah memahami dan paham realitasnya ada model politisi seperti ini,” kata dia.

Ia menegaskan TKN tidak khawatir istilah ini kemudian membuat blunder atau memperparah kondisi politik nasional. Sebab, ia yakin masyarakat sudah sangat cerdas dan bisa membaca realitas apa yang disampaikan Jokowi dan Maruf Amin tersebut.

Karena itu, TKN menilai pilihan kata tersebut adalah hal yang wajar. Menurutnya yang cukup aneh kalau kubu lawanlah yang selalu tersinggung dibandingkan rakyat secara keseluruhan. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement