Ahad 11 Nov 2018 20:08 WIB

Luas Lahan Kritis di Hulu Sungai Citarum Capai 8.000 Hektare

Lahan kritis tersebut berada di area Perhutani dan perkebunan.

Rep: Muhammad Fauzi Ridwan/ Red: Andri Saubani
[ilustrasi] Satuan Tugas Citarum Harum melakukan pembersihan sungai Citarum, Kecamatan Bojongsoang, Kabupaten Bandung, Rabu (26/9).
Foto: MJ07
[ilustrasi] Satuan Tugas Citarum Harum melakukan pembersihan sungai Citarum, Kecamatan Bojongsoang, Kabupaten Bandung, Rabu (26/9).

REPUBLIKA.CO.ID, SOREANG -- Komando Sektor Pembibitan di wilayah hulu sungai Citarum mengungkapkan, lahan yang berpotensi kritis di daerah aliran sungai (DAS) Citarum kurang lebih mencapai 200 ribu hektare. Sedangkan lahan yang agak kritis mencapai 166 ribu lebih hektare, lahan kritis 76 ribu hektar dan sebanyak 2 ribu hektare lebih dalam kondisi sangat kritis.

Komandan Sektor Pembibitan Citarum Harum, Letkol Infanteri Choirul Anam mengungkapkan saat ini lahan kritis yang berada di wilayah hulu Sungai Citarum dan berada di empat desa yaitu Desa Cibereum, Tarumajaya, Cikembang dan Cihawuk mencapai kurang lebih 8.000 hektare. Lahan tersebut berada di area Perhutani dan perkebunan. Sementara sebagian kecil hak milik.

“Lahan kritis (8.000 hektar) kondisinya sudah parah, hanya dua pohon dan 95 persen ditanam sayuran,” ujarnya kepada Republika, Ahad (11/11). Menurutnya, kerusakan terjadi karena adanya perambahan hutan yang dilakukan oleh masyarakat. Mereka melakukan itu karena katanya faktor ekonomi.

Dirinya mengungkapkan jika 60 persen di wilayah hulu Sungai Citarum merupakan lahan Perhutani. Kemudian sekitar 30 persen merupakan milik perkebunan PTPN VIII serta 10 persen merupakan milik masyarakat. Sedangkan, 95 persen masyarakat di empat desa tersebut berprofesi sebagai petani dan 5 persen lainnya adalah profesi lain.

“Lahan Perhutani dan Perkebunan yang sudah dirambah masyarakat,” katanya.

Choirul mengungkapkan, bahwa lahan-lahan tersebut merupakan sumber penghidupan petani. Kemudian, kepemilikan lahan pertanian sempit dan peluang usaha di luar pertanian masih sedikit.

Ia menuturkan, untuk mengurangi risiko bencana dan melakukan upaya pemulihan, pihaknya akan fokus menanam tanaman keras serta tegakan pohon di 720 hektare lahan terlebih dahulu. Menurutnya, saat ini sudah terdapat 1,4 juta benih yang tengah dibibitkan dan akan ditanam dilahan tersebut.

“Sudah ada 1,4 juta (benih) itu tidak dari mana-mana, kita membibitkan sendiri dan ada banyak jenis serta bersertifikat. Akan kita gelarkan ke seluruh jajaran baik di hulu dan dihilirnya,” ungkapnya. Choirul mengatakan pada satu hektar lahan akan ditanam 1.250 benih pohon serta 625 tegakan pohon keras.

Ia mengatakan, pihaknya akan bekerja sama dengan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) yang memiliki kelompok tani hutan (KTH) untuk mengurus benih-benih yang telah ditanam di lahan Perhutani dan Perkebunan. Mereka, menurutnya, pada tiap 10 hektare lahan yang ada nanti kelompok tani hutan yang berjumlah kurang lebih 12 hingga 15 orang akan menggarap lahan tersebut.

Ia mengatakan, saat ini proses transisi tengah dilakukan dari menanam sayuran menjadi tumpang sari, yaitu menanam sayuran dengan tanaman keras. Kemudian, ke depannya diharapkan sepenuhnya menanam tanaman keras.

Choirul menambahkan, pertengahan November saat musim hujan akan mulai melakukan penanaman dilahan prioritas sebanyak 720 hektare di daerah Resort Pemangkuan Hutan Wayang Windu bersama masyarakat yag ada dalam kelompok tani. “Pelaksanaannya tumpang sari (masa transisi) sebelum kopi bisa dipanen,” katanya.

Ketua Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Provinsi Jawa Barat, Dadan Ramdan mendorong pemerintah dalam penyelamatan kawasan hulu Sungai Citarum sebaiknya tidak hanya memperbanyak tanaman kopi. Akan tetapi juga harus banyak menanam berupa tegakan pohon.

“Bukan hanya kopi tapi juga tegakan pohon. Itu harus dijalankan (ditanam) di kawasan hutan dan non hutan dan subjeknya itu kelompok tani dan masyarakat,” ungkapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement