REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Agung (MA) mengabulkan sebagian permohonan Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO) yang menggugat Ketentuan Pasal 60A Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 26 Tahun 2018. Ketentuan tersebut dinyatakan tetap mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak diberlakukan surut pada pelaksanaan Pemilu Anggota DPD 2019.
"Mengadili, menerima dan mengabulkan sebagian permohonan Oesman Sapta tersebut," bunyi amar putusan MA No. 65 P/HUM/2018 yang diberikan oleh Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Abdullah, kepada Republika, Kamis (8/11).
Majelis hakim yang diketuai oleh Supandi juga menyatakan, ketentuan Pasal 60A PKPU 26/2018 bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yakni Pasal 5 huruf d dan Pasal 6 ayat (1) huruf i UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Ketentuan PKPU tersebut mengatur tentang Perubahan Kedua Atas PKPU 14/2018 tentang Pencalonan Perseorangan Peserta Pemilu anggota Dewan Perwakilan Daerah.
Kemudian, majelis hakim menyatakan, ketentuan Pasal 60A PKPU 26/2018 tersebut tetap mempunyai kekuatan hukum mengikat dan berlaku umum. Namun, itu berlalu sepanjang tidak diberlakukan surut terhadap peserta Pemilu Anggota DPD 2019 yang telah mengikuti tahapan, program dan jadwal penyelenggaraan Pemilu Tahun 2019 berdasarkan PKPU Nomor 7 tahun 2017.
KPU dinilai MA tidak efektif dalam menerapkan ketentuan Pasal 60A Peraturan KPU (PKPU) 26/2018. Itu tertuang pada putusan No. 65 P/HUM/2018. Menurut Majelis Hakim, peraturan tersebut seharusnya tidak berlaku surut.
"Pemberlakuan ketentuan Pasal 60A PKPU No. 26/2018 tidak mengikuti prinsip putusan MK yang berlaku prospektif ke depan sebagaimana tercermin dalam ketentuan pasal 47 UU MK," begitu tertulis pada salinan putusan MA yang diberikan oleh Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Abdullah, kepada Republika, Kamis (8/11).
Pasal 47 UU MK menyatakan, putusan MK memperoleh kekuatan hukum tetap sejak selesai diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum. Menurut Mahkamah, ketentuan PKPU tersebut juga nyata-nyata bertentangan dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik. Hal itu termuat dalam ketentuan Pasal 5 huruf d dan Pasal 6 ayat (1) huruf i UU No. 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Selain itu, Mahkamah juga menilai, penerapan ketentuan tersebut juga tidak efektif. Mahkamah menjelaskan, ketidakefektifan itu disebabkan oleh perubahan suatu aturan yang sebelumnya belum diatur dapat menimbulkan persoalan hukum baru. Di mana, perubahan aturan itu dilakukan saat tahapan, program, dan penyelenggaraan Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Tahun 2019 telah dilaksanakan dan sedang berlangsung.
"Hal ini akan berbeda keadaannya jika putusan MK lebih dulu diputus, dan kemudian diikuti dengan pembuatan peraturan KPU, dibandingkan dengan pelaksanaan tahapan, program, dan penyelenggaran pemilu Anggota DPD Tahun 2019 tersebut," jelas Mahkamah.
Sebelumnya, KPU pada penetapan DCT yang diumumkan di kantor KPU RI, Jakarta, pada 20 September 2018, mencoret dua nama caleg DPD RI dari Partai Hanura. Kedua caleg yang dicoret tersebut adalah Ketua Umum Partai Oesman Sapta dari daerah pemilihan Kalimantan Barat serta Victor Juventus G May dari daerah pemlihan Papua Barat.
KPU mencoret dua nama caleg DPD RI dari Partai Hanura dengan pertimbangan tidak memenuhi syarat (TMS) karena tidak menyerahkan surat pengunduran diri dari partai politik. OSO pun kemudian menggugat KPU ke Bawaslu dan mengajukan uji materi PKPU 26/2018 ke MA.