Kamis 08 Nov 2018 02:00 WIB

Kasus Iklan Media Cetak Jokowi Dihentikan, Ini Kata Bawaslu

Bawaslu mengatakan ada perbedaan pendapat antara Bawaslu, Polri dan Kejaksaan

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Bayu Hermawan
Anggota Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo (kanan)
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Anggota Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo (kanan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Ratna Dewi Pettalolo mengatakan, ada dilema dalam proses penegakan hukum kasus dugaan pelangggaran kampanye terkait iklan sumbangan Jokowi-Ma'ruf. Menurutnya, perbedaan pendapat antara Bawaslu, kejaksaan dan kepolisian bisa membuka celah pelanggaran pemilu.

Ratna mengungkapkan Bawaslu sudah menegaskan jika iklan sumbangan Jokowi-Ma'ruf termasuk kampanye di luar jadwal. Karena itu, iklan yang terbit di media massa itu melanggar peraturan kampanye dan memenuhi unsur pidana pemilu.

Sementara itu, kepolisian dan kejaksaan menyatakan iklan tersebut tidak memenuhi unsur pidana pemilu. Kedua lembaga penegakan hukum itu mendasarkan kepada belum adanya ketetapan dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) soal jadwal kampanye di media massa.

"Inilah dilema bagi lembaga Bawaslu dalam proses penegakan hukum. Karena perbedaan pendapat ini tentu bisa dilihat sebenarnya sudah membuka ruang untuk kemudian dilanggarnya asas jujur dan adil," ujar Ratna kepada wartawan di Kantor Bawaslu, Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu (7/11).

Karena itu, dirinya berharap kondisi ini tidak akan menjadi semacam pintu masuk kepada peserta pemilu untuk melanggar peraturan kampanye. Ratna mengingatkan jika dalam UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017, tepatnya pada pasal 276 ayat 2, ditegaskan jika kampanye pemilu di media massa dilaksanakan 21 hari sebelum masa tenang (24 Maret-13 April 2018).

"Ini yang harus dipahami, perbedaan kewenangan Bawaslu dalam penanganan dugaan tindak pidana pemilu itu secara administratif," tegas Ratna.

Sementara itu, Kasubdit IV Politik Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Kombes Djuhandani, mengatakan penegakan hukum yang dilakukan pihaknya berada dalam ranah pidana. Dalam konteks kasus iklan sumbangan Jokowi-Ma'ruf, pidana pemilu berkaitan dengan pasal 492 UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017.

Pasal tersebut menyatakan setiap orang yang dengan sengaja melakukan Kampanye Pemilu di luar jadwal yang telah ditetapkan oleh KPU, KPU Provinsi, danKPU l(kabupaten/Kota untuk setiap Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 276 ayat (2), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00.  Karena itu, kepolisian berpendapat jika kondisi yang ada saat ini sebagai masa sambil jalan di mana KPU belum mengeluarkan ketetapan jadwal kampanye di media massa.

"Nah, masa sambil jalan ini bukan merupakan tindak pidana. Tapi mungkin ada pelanggaran lain yang di luar domain kami selaku penyidik. Entah itu pelanggaran administrasi atau apa kami nggak tahu. Tapi yg jelas kami batasi pada tindak pidana, saat ini kami sepakat tak terpenuhi unsur tindak pidana pemilu seperti diatur di pasal 492 UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017," papar Djuhandani.

Hal itu sejalan dengan pendapat dari kejaksaan. Anggota Satgas Direktorat kamnit TPUL Jampidum Kejagung, Abdul Rauf, mengatakan sepanjang belum ada surat ketetapan dari KPU, KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota tentang jadwal kampanye di media massa, maka ketententuan pada pasal 492 tidak bisa diberlakukan.

"Secara hukum pasal itu tidak dilanggar. Kalau yang lain kami tidak tahu apakah ada pelanggaran moral atau apa. Karena kami di sini menangani pelanggaran hukum bukan pelanggaran moral," tegas Rauf.

Sebagaimana diketahui, dugaan pelangggaran kampanye dalam bentuk iklan sumbangan di media cetak terkait iklan sumbangan Joko Widodo-Ma'ruf amin secara resmi dihentikan penangananya. Pihak kepolisian dan kejaksaan menyatakan bahwa kasus ini bukan merupakan tindak pidana pemilu.

Iklan sumbangan Jokowi-Ma'ruf yang dimuat di Media Indonesia memuat foto Jokowi dan Ma'ruf Amin dan slogan kampanye mereka. Selain itu, iklan juga memuat nomor rekening yang mengatasnamakan TKN Jokowi-Ma'ruf dengan alamat sebuah bank cabang Cut Meutia, Menteng.

Nomor telepon untuk donasi tersebut juga dicantumkan dalam iklan. Jika ditilik dari materinya, iklan bertujuan menyampaikan informasi alamat untuk menyalurkan donasi kepada TKN Paslon Capres-cawapres tersebut

Dalam menangani kasus ini, Bawaslu sudah meminta keterangan pihak pelapor, KPU sebagai saksi ahli, bagian marketing dan iklan Harian Media Indonesia, bagian legal Harian Media Indonesia dan TKN Jokowi-Ma'ruf.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement