Selasa 03 Sep 2019 08:57 WIB

Jokowi: Jangan Ikut Campur Soal Kabinet

Usul boleh, bisik-bisik juga boleh. Tapi kewenangan, hak prerogatif presiden.

Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Foto: Republika/Febrianto Adi Saputro
Presiden Joko Widodo (Jokowi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta seluruh pihak tidak mengganggu soal pemilihan orang yang akan mengisi posisi dalam jajaran Kabinet Kerja Jilid II nanti. Presiden terpilih Jokowi menegaskan, penunjukan menteri dalam jajaran kabinet pemerintahannya merupakan hak prerogatif presiden.

"Banyak sering saya sampaikan, setiap saat ada pertanyaan itu saya sampaikan, konstitusi kita menyatakan bahwa itu adalah hak prerogatif presiden. Jadi, jangan ada yang ikut campur," ujar Jokowi saat membuka Konferensi Hukum Tata Negara ke-6 Tahun 2019, di Istana Negara, Jakarta, Senin (2/9).

Kendati demikian, ia mempersilakan jika ada yang memberikan usulan nama-nama yang akan duduk di kabinet 2019-2024 mendatang. "Usul boleh, usul boleh, bisik-bisik juga boleh. Tapi, seperti tadi yang disampaikan, kewenangan presiden, hak prerogatif presiden," ujar dia.

Ia mengaku, menjelang pelantikan presiden dan wakil presiden pada 20 Oktober nanti, tak sedikit kalangan yang menanyakan siapa calon menteri yang akan ditunjuk selepas pelantikan. Jokowi pun meminta agar masyarakat bersabar sampai pelantikan presiden dan wakil presiden digelar.

“Pak, Bapak A masuk gak, Pak? Nanti ke tempat lain, Ibu B masuk gak, Pak, ke kabinet? Yang pertama ya kita sabar. Tunggu waktunya. Pasti akan kita umumkan,” katanya menambahkan.

Partai-partai yang tergabung dalam koalisi pengusung Jokowi-Ma'ruf memang mengaku sudah mengusulkan sejumlah nama kadernya untuk dipilih Jokowi. Publik tentu masih ingat dengan pidato Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri saat Kongres PDIP di Bali beberapa waktu lalu. Dalam pidatonya, Megawati mengancam tidak akan menerima jika partai berlambang banteng mocong putih tersebut hanya mendapat jatah empat kursi dalam jajaran kabinet Jokowi-Ma'ruf mendatang.

Ancaman itu disampaikan Megawati di depan Presiden Jokowi yang menghadiri pembukaan Kongres PDIP. “Tapi, nanti kalau Pak Jokowi, mesti ada menterinya. Mesti banyak. Wong kita partai pemenang. Kita saksikan ya. Jangan, 'Ibu Mega, PDIP sudah banyak menang di DPR, nanti saya kasih cuma empat ya.' Emoh. Tidak mau. Tidak dong. Orang yang gak dapat saja minta,” kata Megawati berseru, disambut tepuk tangan dan suara riuh peserta Kongres PDIP saat itu.

Megawati yang kembali menjabat sebagai ketua umum PDIP sejak partai itu dilahirkan juga menegaskan bahwa permintaannya ini bukan main-main. Ini adalah permintaan yang tegas. “Saya meminta dengan hormat bahwa PDIP masuk dalam kabinet dengan jumlah menteri terbanyak. Itu namanya baru pukulan, DAP!” kata Megawati sembari menyuarakan sebuah suara pukulan. Saat itu juga Jokowi menjanjikan PDIP mendapat posisi terbanyak dalam kabinet.

Selain PDIP, parpol pendukung Jokowi-Ma'ruf lainnya juga ikut mengusulkan nama. Meskipun mereka mengklaim soal penunjukan siapa yang bakal duduk di jajaran menteri terserah Jokowi. Partai Golkar, misalnya, mengaku mengusulkan nama kader yang dinilai paling mumpuni di internal partai berlambang pohon beringin ini. Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto bahkan menyebut salah satu nama yang diusulkannya adalah Ketua DPD Golkar Jawa Barat Dedi Mulyadi.

"Kader yang kita usulkan itu yang punya kualitas tinggi dan mumpuni. Salah satunya Ketua DPD Golkar Jabar Dedi Mulyadi. Sebab, orangnya mantul (mantap betul)," ujar Airlangga, Sabtu (31/8).

Meski demikian, pihaknya tetap tak punya kewenangan dalam menentukan jatah menteri di Kabinet Kerja Jilid II. Golkar menyerahkan kader mana saja yang dinilai layak mengemban jabatan itu.

Airlangga menegaskan, syarat kader Golkar yang bisa masuk bursa menteri harus paham dan ikut program nawacita yang digulirkan oleh Jokowi. Sementara itu, Ketua DPD Golkar Jabar Dedi Mulyadi hanya tersenyum saat namanya digadang-gadang masuk bursa menteri.

Mantan bupati Purwakarta ini belum bisa berkomentar banyak. "Semuanya diserahkan kepada partai dan presiden karena, soal menteri, hal itu hak prerogatif dari presiden, dalam hal ini Pak Jokowi," ujar Dedi. N dessy suciati saputri/ita nina winarsih, ed: agus raharjo

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement