REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyhari memprotes eksekusi mati yang dilakukan oleh Kerajaan Arab Saudi kepada tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Majalengka, Jawa Barat, Tuti Tursilawati, tanpa adanya pemberitahuan kepada Pemerintah Indonesia. Tuti dieksekusi mati pada Senin (29/10) di Thaif karena divonis membunuh majikannya.
"Eksekusi tanpa notifikasi menjadi yang kesekian kalinya terjadi terhadap WNI di Saudi. Saya sebagai ketua Komisi 1 DPR RI menyatakan belasungkawa kepada keluarga Almarhumah Tuti, dan kita minta pemerintah segera memanggil dubes Saudi dan kita layangkan protes kepada mereka, jangan sampai ini terulang lagi," katanya menegaskan, Rabu (31/10).
Kharis juga mengaku prihatin dengan Saudi yang jelas sekali minggu lalu Presiden Joko Widodo (Jokowi) bertemu dengan Menteri Luar Negeri Arab Saudi Adel bin Ahmed al-Jubeir di Istana Kepresidenan Bogor, Senin, 22 Oktober 2018 lalu, tetapi seminggu kemudian mengeksekusi WNI di negaranya.
"Seminggu lalu Presiden menerima Menlu Saudi di Istana Bogor, Senin kemarin WNI kita dieksekusi tanpa notifikasi ini diplomasi apa. Harus ada langkah serius Kemenlu untuk memastikan notifikasi itu jadi kewajiban," ujar Kharis.
Untuk mengantisipasi agar kejadian serupa tidak terulang, Kharis meminta Pemerintah Indonesia agar segera membentuk perjanjian terkait kewajiban memberi notifikasi kekonsuleran atau mandatory consular notification (MCN) terkait eksekusi mati dengan Arab Saudi.
"Dalam Konvensi Wina 1963 tentang Hubungan Kekonsuleran memang tidak diwajibkan pemberitahuan tersebut. Namun, perjanjian bilateral bisa dilakukan karena hubungan Saudi dan RI dekat dan banyak WNI kita di sana," katanya menjelaskan.
Sebelumnya, Pemerintah Saudi mengeksekusi mati TKI bernama Tuti Tursilawati pada Senin 29 Oktober 2018 pukul 9 pagi waktu lokal Arab Saudi. Tuti sebelumnya divonis pidana mati oleh pengadilan karena dianggap terbukti melakukan pembunuhan terhadap majikannya pada 11 Mei 2010.