Selasa 23 Oct 2018 11:02 WIB

Ajakan Tetap Tenang dan tak Terprovokasi Pembakaran Bendera

Pembakaran bendera menjadi cobaan bagi kedewasaan umat Islam dan bangsa Indonesia.

Rep: Hasanul Rizqa, Amri Amrullah, Zahrotul Oktaviani, Kiki Sakinah, Mimi Kartika, Febrianto Adi Saputro, Umi Nur Fadhillah, Arif Satrio Nugroho/ Red: Ratna Puspita
Ilustrasi peringatan Hari Santri Nasional 2018.
Foto: Republika/Neni Ridarineni
Ilustrasi peringatan Hari Santri Nasional 2018.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Insiden pembakaran bendera hitam bertuliskan kalimat tauhid "Laa Ilaaha Illallah” pada Hari Santri mengundang kecaman dari masyarakat dan sejumlah tokoh. Kendati demikian, para tokoh juga mengingatkan umat Islam untuk tidak terprovokasi. 

Ketua MUI KH Muhyiddin Junaidi mengutuk pembakaran bendera itu. Akan tetapi, ia menyatakan, pembakaran bendera itu menjadi cobaan bagi kedewasaan umat Islam dan bangsa Indonesia. 

Baca Juga

“Kepada semua pihak agar menahan diri dan mengedepankan hukum, serta menghindari penggunaan kekerasan,” kata Kiai Muhyiddin Junaidi saat dihubungi, Senin (22/10).

Wakil Ketua Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat Nur Wahid juga menyesalkan pembakaran bendera tersebut. Bagaimanapun, bendera bertuliskan La ilaha illa Allah tidak bisa dipersempit sebagai bendera Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). 

photo
Hidayat Nur Wahid (Republika/Febrianto Adi Saputro)

Namun, ia berharap pihak yang terlibat pembakaran ini melakukan evaluasi ke dalam dan melakukan perbaikan. “Agar tidak lagi terulang dan menjadi perpecahan di tengah umat Islam,” kata dia.

Kepada umat Islam, ia berharap secara keseluruhan agar ormas dan elemen umat Islam saling mengingatkan secara arif dan bijaksana. Ia meminta umat Islam untuk tidak melupakan posisi santri sebagai bibit akhlaq dan uswatun hasanah. 

Dengan demikian, ia menambahkan, tidak mudah termakan provokasi dan permusuhan sesama umat Islam agar persatuan umat tetap terjaga. Hidayat mengimbau semua pihak saling mengingatkan sebagai saudara seiman, sebangsa dan senegara. 

photo
Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI), Amirsyah Tambunan

Seruan menjaga perdamaian juga dilontarkan oleh Wakil Sekretaris Jenderal MUI Amirsyah Tambunan. Amirsyah menyebut tindakan ini rentan terhadap konflik di masyarakat. 

Karena itu, masyarakat, terutama umat Islam, harus bisa menahan diri dan tidak menimbulkan keributan. "Masyarakat diharap tidak bertindak anarki dan menyerahkan masalah ini kepada pihak keamanan," ucap dia kepada Republika, Senin (22/10).

Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Zainut Tauhid Sa'adi meminta semua pihak untuk dapat menahan diri, tidak terpancing dan terprovokasi oleh pihak-pihak yang ingin mengadu domba dan memecah-belah bangsa Indonesia. Ia mengingatkan untuk tidak menggunakan kata-kata yang kasar seperti melaknat, mengatakan biadab dan menuduh seperti PKI.

Sebab, menurutnya, hal tersebut dapat menimbulkan ketersinggungan kelompok yang dapat memicu konflik internal umat beragama. “Kami mengimbau kepada semua pihak untuk meningkatkan kewaspadaan dan tetap menjaga persaudaraan, agar terhindar dari fitnah dan perpecahan," kata dia. 

Serahkan ke hukum

photo
Ketua Umum PP Persis KH Aceng Zakaria.

Ketua Umum Persatuan Islam (Persis) KH Aceng Zakaria meminta aksi pembakaran bendera bertuliskan kalimat tauhid diselesaikan secara hukum. Menurut dia, pembakaran itu tidak bisa dibenarkan dengan alasan membakar bendera yang diduga milik milik ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

"Kita pun tentu saja tidak senang, tidak setuju, bukan karena membakar benderanya tetapi karena ada kalimat Laa Ilaaha Illa Allah yang harus kita hargai dan junjung tinggi oleh semua pihak," ujar dia saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (23/10).

Wakil Gubernur Jawa Bara Uu Ruzhanul Ulum mengimbau masyarakat tetap tenang. Uu pun meminta aparat kepolisian untuk segera menangkap oknum pembakar bendera tersebut.

“Percayakan kepada aparat. Karena ini negara hukum," ujar Uu kepada wartawan, Selasa (23/10).

photo
Ribuan santri dari berbagai pondok pesantren di Jawa Barat menghadiri peringatan Hari Santri Nasional di Lapang Dadaha, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat. Kegiatan yang digelar pada Senin (22/10).

Anggota komisi III DPR Aboebakar Alhabsyi juga mendorong penyelidikan oleh kepolisian. “Harus mendapat atensi dari Polda Jabar karena setelah viralnya video tersebut banyak reaksi keras yang diberikan oleh masyarakat," kata Aboebakar dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Senin (22/10). 

Politikus PKS tersebut meminta Polri  berperan aktif dalam menjaga keamanan di Garut maupun Jawa Barat. Ia menegaskan aturan hukum harus di tegakkan. "Jangan sampai nanti masyarakat melihat ada pembiaran, kemudian mereka melakukan tindakan sendiri," ujarnya.

Anggota DPD RI asal DKI Jakarta Dailami Firdaus berharap Penggurus Besar Nadhatul Ulama (PBNU) juga dapat menindak tegas kepada kader kadernya yang melakukan pembakaran tersebut. Ia juga mengimbau kepada seluruh ormas-ormas islam lainnya agar tidak terprovokasi dan memilih untuk menempuh jalur hukum.

"Perlihatkan kepada mereka semua bahwasannya Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin," kata dia. 

Polisi periksa tiga orang

photo
Ketua Umum Gerakan Pemuda (GP) Ansor Yaqut Cholil Qoumas. (Republika/Prayogi)

Berdasarkan keterangan kepolisian, pembakaran bendera itu terjadi saat perayaan Hari Santri Nasional di Lapang Alun-alun Kecamatan Limbangan, Kabupaten Garut pada Senin (22/10).  Berdasarkan laporan Polres setempat ke Mabes Polri, pembakaran itu terjadi pada pukul 9.30 WIB.

Pada pukul 14.30 WIB, Peringatan Hari Santri Nasional itu selesai. Namun, video pembakaran tersebut menjadi viral dan menimbulkan pro dan kontra di kalangan warganet. 

Kemudian, Ketua Umum GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas membenarkan adanya video anggota Banser NU Garut yang membakar diduga bendera miliki ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Bendera itu berlafal kalimat tauhid.

“Benar (video itu),” kata dia kepada Republika, Senin (22/10).

Pria yang akrab disapa Gus Tutut itu menjelaskan berdasarkan informasi di lapangan, anggota Banser NU Garut membakar bendera itu karena mendefinisikannya sebagai bendera ormas yang sudah dibubarkan pemerintah, yakni HTI. Kendati mengamini tak ada kalimat yang menyatakan bendera itu milik HTI, tetapi HTI menggunakan bendera itu sebelum dibubarkan.

Terkait insiden Garut, Gus Tutut berencana memberi teguran pada kader tersebut. Namun, dia berencana mendengar penjelasan lebih lanjut dari kader tersebut ihwal tindakannya membakar bendera diduga milik HTI.

photo
Kabiro Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo. (Republika/Arif Satrio Nugroho)

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo menuturkan, kepolisian pun segera melakukan beberapa tindakan. Dedi mengatakan, kepolisian segera berupaya untuk melakukan take down video viral tersebut agar tidak menimbulkan keributan. 

Lalu, kepolisian melakukan cek tempat kejadian perkara (TKP) dan meminta keterangan dari saksi. Sejumlah ormas di antaranya MUI, PCNU dan Banser pun memberikan klarifikasi terkait kasus tersebut.

Dedi menegaskan kepolisian akan melakukan tindakan hukum pada kasus tersebut. "Kami tindak secara hukum agar dapat menenangkan atau menetralkan situasi kondusif secara umum," ujar dia.

Hingga Selasa (23/10) pagi, dilaporkan sebanyak tiga orang telah diamankan oleh pihak kepolisian. Kepolisian menyatakan, sampai dengan saat ini situasi di Kabupaten Garut pascakejadian tersebut dalam keadaan aman dan kondusif. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement