Sabtu 20 Oct 2018 07:04 WIB

KPAI: UU Anak tak Atur Soal Pidana Pelibatan Anak di Politik

KPAI menyatakan Ancaman pidana pelibatan anak ada dalam UU tentang Pemilu.

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Sitti Hikmawatty (tengah)
Foto: Antara/Reno Esnir
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Sitti Hikmawatty (tengah)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia memastikan kalau Undang-Undang Perlindungan Anak (UU PA) No 35 Tahun 2014 tidak mengatur soal pidana pelibatan anak dalam kegiatan politik. Aturan tersebut memang merevisi undang-undang yang berlaku sebelumnya.

Komisioner KPAI periode 2017-2022 Sitti Hikmawatty mengatakan UU no 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak pasal 15 yang menyebutkan  bahwa anak memiliki hak untuk dilindungi dari penyalahgunaan dalam kegiatan politik. “Namun dalam pasal ini, tidak terdapat ancaman pidana,” kata Sitty di Jakarta, Jumat (20/10).

Dalam UU no 23 tahun 2002, memang masih ada ancaman pidananya. Akan tetapi, aturan itu sudah dihilangkan dalam revisi UU No 35/2014. 

Hal ini menanggapi pernyataan Tim Kampanye Nasional Koalisi Indonesia Kerja yang dipimpin oleh Direktur Hukum dan Advokasi Irfan Pulungan bersama mantan komisioner KPAI periode sebelumnya, Erlinda. Menurut Sitty, pelibatan anak dalam kegiatan politik berseberangan dengan kegiatan perlindungan anak.

Hal ini telah disesuaikan dengan 15 klasifikasi kegiatan yang dianggap mengandung unsur pelibatan anak dalam kegiatan politik. ”Sudah dibuat sebelumnya oleh KPAI termasuk di dalamnya menyuruh anak mendukung dan membenci partai politik ataupun kandidat,” kata dia.

Ia menambahkan ancaman pidana terkait Pemilu ada dalam UU no 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Sanksi pidana ini berkaitan dengan larangan memakai fasilitas pendidikan dan melibatkan warga negara yang tidak punya hak pilih dilarang  dalam kampanye.

“Soal pidana dalam UU PA tidak mengatur secara tegas, tetapi dalam pasal 76 H disebutkan setiap orang dilarang merekrut atau memperalat anak untuk kepentingan militer dan/atau lainya dan membiarkan anak tanpa perlindungan jiwa,” ucap dia.

Selanjutnya dalam Pasal 87 UU yang sama disebutkan bahwa setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 76H dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak 100 juta rupiah. "Pada kajian pasal ini beberapa kasus masih memungkinkan untuk dilakukan ancaman pidana. Namun tentunya diperlukan telaah yang lebih mendalam," ujar dia.

KPAI mengatakan akan berkoordinasi dengan Bawaslu terkait kegiatan pelanggaran hukum yang mengandung unsur pidana pada kegiatan politik. Tindak lanjut terkait  pengaduan yang masuk, KPAI melakukan telaah atas aduan, termasuk berkoordinasi dengan pihak aparat.

"Kami juga akan memanggil pihak yang melibatkan anak dalam kegiatan politik untuk diklarifikasi dan baru hasil klarifikasi kita kaji untuk ditindaklanjuti," ujar dia.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement