Jumat 19 Oct 2018 19:50 WIB

Perludem: Tak Ada Dasar Hukum APBN Biayai Honor Saksi Pemilu

Pembiayaan saksi partai oleh negara tak sejalan dengan peraturan perundangan.

Rep: Bayu Adji P/ Red: Andri Saubani
[ilustrasi] Seorang saksi turut memeriksa kotak dan surat suara dari tempat pemungutan suara (TPS) saat rekapitulasi perolehan suara Pemilu Presiden 2014 di Kelurahan Kesiman, Denpasar, Bali, Kamis (10/7).
[ilustrasi] Seorang saksi turut memeriksa kotak dan surat suara dari tempat pemungutan suara (TPS) saat rekapitulasi perolehan suara Pemilu Presiden 2014 di Kelurahan Kesiman, Denpasar, Bali, Kamis (10/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Ekaekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menegaskan, dana saksi partai politik tak perlu ditanggung dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Menurut dia, tak ada dasar hukum bahwa negara harus membiayai dana saksi partai.

"Kalau saksi mau dibiayai negara, apa legitimasinya? Kebijakan penganggaran itu kan harus ada legitimasinya. UU kita tak punya norma yang meminta pembiayaan saksi oleh negara," kata dia saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (19/10).

Ia menambahkan, pembiayaan saksi partai oleh negara tidak sejalan peraturan perundang-undangan. Pasanya, dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) tidak mewajibkan partai menghadirkan saksi di tempat pemungutan suara (TPS).

Selain itu, Titi menjelaskan, pembiayaan saksi oleh negara merupakan pemborosan keuangan negara yang luar biasa. "Karena keberadaan saksi menjadi tumpang tindih dengan petugas pengawas TPS," kata dia.

Titi mengatakan, wacana penanggunan dana saksi partai politik oleh APBN memperlihatkan partai tak percaya dengan desain kelembagaan penyelenggara pemilu. Padahal, kata dia, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) telah diperkuat dengan anggaran yang besar untuk melakukan pengawasan.

Bahkan, lanjut dia, petugas Bawaslu disediakan hingga tingkat TPS ada petugasnya. Namun, partai politik masih ingin menghadirkan saksi.

"Bagi saya keinginan itu sangat mencerminkan ketidakpercayaan partai politik kita pada Bawaslu," ujar dia.

Titi mengatakan, jika partai politik masih tetap bersikeras meminta tangungan APBN untuk dana saksi, hal itu justru mendorong mendorong pragmatisme para kader. Artinya, kader partai tak lagi bergerak atas nama ideoleogi yang diperjuangkan, melainkan disebabkan materi.

Ia menegaskan, hal itu akan menjadikan uang sebagai orientasi utama. "Itu sangat melemahkan partai, karena mereka akan semakin pragmatis dan menempatkan uang sebagai mesin partai," kata dia.

Sementara itu, Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz mengatakan, pihaknya tidak setuju biaya saksi dibebankan pada negara. Ia menjelaskan, dana saksi akan membebani negara dengan ongkos yang besar.

"Biaya saksi juga bukan tugas negara. Saksi merupakan tugas partai, makanya tidak relevan jika saksi dibiayai negara," kata dia.

Ia menegaskan, dalam UU Pemilu disebutkan partai tak wajib menghadirkan saksi di setiap TPS. Justru, lanjut dia, infrastruktur negara seperti petugas TPS, Bawaslu, dan lainnya, yang sudah ada harus dimanfaatkan oleh partai politik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement