REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung memperpanjang masa penahanan Mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Galaila Agustiawan. Karen yang merupakan tersangka dugaan korupsi investasi perusahaan di Blok Baster Manta Gummy (BMG) Australia pada 2009 diperpanjang masa penahanannya hingga 40 hari ke depan.
"Perpanjangan penahanan 40 hari sejak tanggal 14 Oktober sampai 22 November 2018," demikian dibenarkan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Mukri, Jumat (19/10).
Perpanjangan penahanan Karen ini atas kebutuhan penyidik. Menurut Mukri, penyidik masih memerlukan penahanan Karen untuk melengkapi berkas perkara kasus dugaan korupsi investasi itu. "Untuk kepentingan penyempurnaan kelengkapan berkas perkara," kata Mantan Wakil Kejaksaan Tinggi Yogyakarta itu.
Karen sebelumnya telah ditahan selama 20 hari sejak 24 September-13 Oktober 2018 di Rumah Tahan Pondok Bambu, Jakarta Timur. Tersangka Karen Galaila Agustiawan ditahan setelah menjalani pemeriksaan pada Senin (24/9).
Kejaksaan Agung menetapkan Karen sebagai tersangka dalam kasus korupsi terkait investasi perusahaan di Blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia tahun 2009 yang merugikan keuangan negara sampai Rp 568 miliar berdasarkan Tap-13/F.2/Fd.1/03/2018 tanggal 22 Maret 2018. Kejaksaan Agung juga telah melakukan penahanan terhadap dua tersangka lain yaitu mantan Manager Merger dan Investasi (MNA) Direktorat Hulu PT Pertamina Bayu Kristanto dan Mantan Direktur Keuangan PT Pertamina Frederik Siahaan.
Pada Tahun 2009 Pertamina melakukan kegiatan akuisisi (Investasi Non Rutin) berupa pembelian sebagian asset milik ROC Oil Company Ltd di lapangan Basker Manta Gummy (BMG) Australia berdasarkan Agreement for Sale and Purchase--BMG Project tanggal 27 Mei 2009 senilai 31,9 juta dolar AS.
Dalam pelaksanaanya, Kejagung menemui adanya dugaan penyimpangan dalam pengusulan Investasi yang tidak sesuai dengan Pedoman Investasi dalam pengambilan keputusan investasi tanpa adanya Feasibility Study (Kajian Kelayakan) berupa kajian secara lengkap (akhir) atau Final Due Dilligence dan tanpa adanya persetujuan dari Dewan Komisaris.
Hal ini mengakibatkan peruntukan dan penggunaan dana sejumlah 31,49 juta dolar AS serta biaya-biaya yang timbul lainnya (cash call) sejumlah 26,8 juta dolar Australia tidak memberikan manfaat ataupun keuntungan kepada PT. Pertamina (Persero) dalam rangka penambahan cadangan dan produksi minyak nasional.
Tindakan itu, menurut Kejagung mengakibatkan adanya Kerugian Keuangan Negara melalui Pertamina sebagai BUMN sebesar 31,49 juta dolar AS dan 26,8 juta dolar Australia atau setara dengan Rp 568 miliar sebagaimana perhitungan akuntan publik.
Tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.