Rabu 17 Oct 2018 21:06 WIB

KPK Dalami Apakah Meikarta Dibangun Saat Izin Belum Selesai

KPK awal pekan ini menggelar operasi tangkap tangan (OTT).

Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro mengenakan rompi orange   pasca menjalani pemeriksaan sebagai tersangka di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Selasa (16/10).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro mengenakan rompi orange pasca menjalani pemeriksaan sebagai tersangka di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Selasa (16/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- KPK saat ini masih terus mendalami proses perizinan yang dilakukan oleh perusahaan Lippo Group dalam pembangunan mega proyek hunian Meikarta di Kabupaten Bekasi. KPK awal pekan ini menggelar operasi tangkap tangan (OTT) kasus dugaan suap terkait perizinan Meikarta.

"Terkait dengan perizinan, KPK menduga suap diberikan untuk rangkaian proses perizinan yang akan berakhir pada IMB (izin mendirikan bangunan) untuk Meikarta. Hal ini sedang didalami lebih lanjut, termasuk apakah proses pembangunan telah dilakukan saat proses perizinan IMB belum selesai," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Rabu (17/10).

Meikarta dimiliki Lippo Group yang merupakan kerja sama dua anak perusahaannya: PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) dan PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK). Proyek senilai Rp 278 triliun itu adalah milik PT Mahkota Sentosa Utama yang sepenuhnya merupakan anak usaha dari PT LPCK. Ada pun PT LPKR menguasai saham PT LPCK mencapai 54 persen.

"Malam ini, tim juga sedang melakukan penggeledahan di Kantor Bupati Bekasi dalam kasus dugaan suap terkait perizinan Meikarta," tambah Febri.

Dengan demikian, sejauh ini penggeledahan telah dilakukan pada empat lokasi. Yaitu, tiga lokasi di kawasan Bekasi yaitu kantor Bupati Bekasi, rumah Bupati Bekasi dan dinas Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) kabupaten Bekasi serta 1 lokasi di Tangerang.

"Dari penggeledahan di DPMPTSP sejauh ini disita sejumlah dokumen terkait perizinan Meikarta," ungkap Febri.

Tim KPK juga menemukan kode baru dalam proses pengurusan izin Meikarta tersebut, yaitu "Babe". "Tentu akan ditelusuri lebih lanjut, kode itu mengarah pada siapa dan peranannya apa, namun saat ini kami belum bisa menyampaikan kode itu mengacu kepada siapa, namun kami duga itu adalah kode dari salah satu pihak pemberi," jelas Febri.

Dalam perkara ini KPK menetapkan  Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro, dua konsultan Lippo Group masing-masing Taryudi dan Fitra Djaja Purnama sebagai tersangka. Pegawai Lippo Group Henry Jasmen juga menjadi tersangka.

Mereka diamankan dalam OTT pada Ahad (14/10) hingga Senin (15/10) dini hari. Billy dan rekan-rekannya diduga memberikan suap Rp 7 miliar dari total commitment fee sebesar Rp 13 miliar untuk mengurus banyak perizinan, di antaranya rekomendasi penanggulangan kebakaran, amdal, banjir, tempat sampat, hingga lahan makam yang diberikan melalui sejumlah dinas, yaitu Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Dinas Lingkungan Hidup, Pemadam Kebakaran dan DPM-PTSP (Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu.

KPK pun menetapkan Bupati Bekasi 2017-2022 Neneng Hassanah Yasin, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Jamaludin, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi Sahat MBJ Nahor, Kepala Dinas Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Bekasi Dewi Tisnawati dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi sebagai tersangka penerima suap.

KPK menduga pemberian suap itu terkait dengan izin-izin yang sedang diurus oleh pemilik proyek seluas total 774 hektare yang dibagi ke dalam tiga fase/tahap. Yaitu, fase pertama 84,6 hektare, fase kedua 252,6 hektare, dan fase ketiga 101,5 hektare.

Realisasi pemberian sekitar Rp 7 miliar itu melalui beberapa kepala dinas pada April, Mei, dan Juni 2018 terkait rencana pembangunan apartemen, pusat perbelanjaan, rumah sakit hingga tempat pendidikan. Untuk menyamarkan nama-nama para pejabat di Pemkab Bekasi, para tersangka menggunakan sejumlah kata sandi antara lain "melvin", "tina taon", "windu" dan "penyanyi".

Dalam OTT tersebut, tim KPK mengamankan barang bukti berupa uang 90 ribu dolar Singapura dan uang dalam pecahan Rp 100 ribu berjumlah total Rp 513 juta. Tim juga mengamankan dua unit mobil Toyota Avanza dan mobil Toyota Innova.

PT Mahkota Sentosa Utama (MSU), anak perushan Lippo Group, sebagai pengembang Meikarta, menegaskan, bakal melakukan investigasi internal. PT MSU berkomitmen untuk bekerja sama penuh dengan KPK.

"Maka kami dari kantor hukum Integrity (Indrayanan Centre for Government, Constitution, and Society) selaku kuasa hukum PT MSU yang mengerjakan Meikarta. Dengan ini perlu menyampaikan beberapa hal," ujar Senior Partner Integrity Denny Indrayana melalui keterangan resmi yang diterima Republika, Selasa, (16/10).

Pertama, kata Denny, PT MSU merupakan korporasi yang menjunjung tinggi prinsip good corporate governance dan antikorupsi. Dengan begitu, telah dan terus berkomitmen untuk menolak praktik-praktik korupsi, termasuk suap dalam berbisnis.

Kedua, meski KPK baru menyatakan dugaan, perusahaan sudah sangat terkejut dan amat menyesalkan kejadian tersebut. "Maka langkah pertama kami adalah, PT MSU langsung melakukan investigasi internal yang independen dan obyektif untuk mengetahui apa sebenarnya fakta yang terjadi," kata Denny.

Ketiga, ia menyebutkan, jika memang ada penyimpangan atas prinsip antikorupsi yang menjadi kebijakan perusahaan, maka PT MSU tidak akan mentolerir. "Kami tidak akan segan-segan untuk memberikan sanksi dan tindakan tegas kepada oknum yang melakukan penyimpangan tersebut, sesuai ketentuan hukum kepegawaian yang berlaku," tegasnya.

Keempat, ia menegaskan, PT MSU menghormati dan akan mendukung penuh proses hukum di KPK. Perseroan pun akan bertindak kooperatif membantu kerja KPK untuk mengungkap tuntas kasus dugaan suap tersebut.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement