REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro (BS). Billy menjadi tersangka kasus suap pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi.
"Tersangka BS ditahan selama 20 hari pertama di Rutan Polda Metro Jaya," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Selasa (16/10).
Baca juga
- KPK: Empat Sandi Dipakai dalam Proses Suap Proyek Meikarta
- Bupati Bekasi, Kepala Daerah Ke-99 yang Jadi Tersangka KPK
- Suap Izin Meikarta, KPK Sita 90 Ribu Dolar Singapura
Usai diperiksa, Billy yang telah mengenakan rompi jingga tahanan KPK itu memilih bungkam saat dikonfirmasi awak media seputar kasus suap tersebut. Sebelumnya, Billy diamankan KPK di kediamaannya, Senin (15/10) malam, untuk dibawa ke Gedung KPK RI menjalani pemeriksaan.
Untuk diketahui, Billy juga pernah terjerat kasus korupsi suap terhadap anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Mohammad Iqbal. Pada bulan Februari 2009, Billy divonis tiga tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Dengan ditahannya Billy, total tujuh tersangka telah ditahan KPK. Enam tersangka lainnya yang telah terlebih dahulu ditahan adalah konsultan Lippo Group masing-masing Taryudi (T) dan Fitra Djaja Purnama (FDP), pegawai Lippo Group Henry Jasmen (HJ).
Selanjutnya, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Jamaludin (J), Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi Sahat MBJ Nahor (SMN), dan Kepala Dinas Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Bekasi Dewi Tisnawati (DT). Dua tersangka lainnya, yakni Bupati Bekasi 2017 s.d. 2022 Neneng Hassanah Yasin (NNY) dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi (NR) masih dalam pemeriksaan di gedung KPK.
Bupati Bekasi dan kawan-kawan diduga menerima hadiah atau janji dari pengusaha terkait dengan pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi. Diduga, pemberian terkait dengan izin-izin yang sedang diurus oleh pemilik proyek seluas 774 hektare yang dibagi ke dalam tiga fase/tahap, yaitu fase pertama 84,6 hektare, fase kedua 252,6 hektare, dan fase ketiga 101,5 hektare.
"Pemberian dalam perkara ini, diduga sebagai bagian dari komitmen fee fase proyek pertama dan bukan pemberian yang pertama dari total komitmen Rp13 miliar, melalui sejumlah dinas, yaitu: Dinas PUPR, Dinas Lingkungan Hidup, Damkar, dan DPM-PPT," ungkap Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif saat konferensi pers di Gedung KPK RI, Jakarta, Senin (15/10) malam.
KPK menduga realisasi pemberiaan sampai saat ini adalah sekitar Rp 7 miliar melalui beberapa kepala dinas, yaitu pemberian pada bulan April, Mei, dan Juni 2018. Ia menyatakan, bahwa keterkaitan sejumlah dinas dalam proses perizinan karena proyek tersebut cukup kompleks, yakni memiliki rencana pembangunan apartemen, pusat perbelanjaan, rumah sakit, hingga tempat pendidikan.
"Dibutuhkan banyak perizinan, di antaranya rekomendasi penanggulangan kebakaran, amdal, banjir, tempat sampat, hingga lahan makam," kata Syarif.