REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf Amin, Razman Arif Nasution meminta agar pembatalan kenaikan harga bahan bakar minyak jenis premium tidak dipolitisasi terkait dengan Pemilu 2019. Razman menilai, isu tersebut memang rawan dipolitisasi oleh pihak-pihak yang mendapatkan keuntungan dari pembatalan kenaikan tersebut.
"Harga BBM ini mudah dipolitisasi, Presiden Jokowi itu masih hintung-hitungan agar tidak dinaikkan, beliau memikirkan kesejahteraan rakyat, janganlah urusan BBM dipolitisasi," katanya dalam diskusi di Menteng, Jakarta, Sabtu (13/10).
Menurut Razman, keputusan untuk menaikkan harga premium kemudian tidak lama dibatalkan, telah melalui pertimbangan matang Pemerintah. Karena itu, ia menolak dikatakan jika keputusan menaikkan harga premium adalah ketergesa-gesaan Pemerintah, kemudian dibatalkan karena ragu-ragu untuk pencitraan terkait Pemilu 2019.
Razman menegaskan kebijakan menaikan harga BBM memang dipicu situasi ekonomi dunia yang membuat negara-negara lain juta menaikkan harga BBM, begitu halnya Indonesia. Namun terkait BBM jenis premium yang urung dinaikkan, Razman menilai itu karena Pemerintah masih melihat ruang untuk mengurangi defisit neraca migas.
"Beliau mengatakan tidak perlu dinaikkan karena masih ada beberapa ruang. Sepanjang ada ruang tidak memberatkan rakyat dan untuk kesejahteraan rakyat maka itu tidak dilakukan tidak boleh dilakukan kenaikan itu," ujar Razman.
Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menyebut Pemerintah serba salah jika menaikkan atau tidak jadi menaikan BBM. "Sekarang bayangkan kalau nanti misalnya tiba-tiba dinaikkan akan muncul lagi demo akan muncul lagi bahwa ini tidak simpati dengan perhatian rakyat, lalu kalau tidak jadi, disebut pencitraan," kata Razman.
Ia juga menegaskan pembatalan kenaikan harga BBM juga tidak kemudian disikapi ada miskoordinasi yang buruk dalam Pemerintahan. Menurut Rasman, perbedaan di jajaran menteri adalah hal biasa dalam Pemerintahan. Namun, yang terpenting, Presiden memiliki kekuatan penuh sebagai pemegang kendali.
"Yang paling pokok presidennya adalah memiliki kekuatan penuh, yang bahaya adalah presiden yang tidak berempati kepada rakyatnya," ucapnya.