Kamis 11 Oct 2018 21:01 WIB

Pemerintah Siapkan Hunian Sementara Korban Gempa Sulteng

Pemerintah juga akan membangun hunian tetap bagi warga yang direlokasi.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Nur Aini
Sejumlah anak berada di posko pengungsi korban gempa dan tsunami di Masjid Agung Darussalam kota Palu, Sulawesi Tengah, Rabu (10/10).
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Sejumlah anak berada di posko pengungsi korban gempa dan tsunami di Masjid Agung Darussalam kota Palu, Sulawesi Tengah, Rabu (10/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Pusat Data, Informasi dan Hubungan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, pemerintah tengah menyiapkan hunian sementara (huntara) bagi korban bencana di Sulawesi Tengah. Ia menyebut, huntara yang akan dibangun jumlahnya bisa lebih dari 5.000 unit.

Sutopo memperkirakan jumlah huntara akan melebihi jumlah hunian tetap (huntap). Sebab, huntara dibangun bagi seluruh warga yang rumahnya rusak akibat gempa maupun tsunami. Sedangkan, huntap diperuntukkan bagi warga yang rumahnya akan direlokasi.

"Jumlah huntara belum pasti, sampai sekarang masih didata. Tetapi huntara pasti lebih banyak. Sebab, huntara dibutuhkan untuk warga yang direlokasi, dan yang rumahnya rusak tapi tidak direlokasi," ujar Sutopo di Graha BNPB, Jakarta Timur, Kamis (11/10).

Ia menjelaskan, pembangunan huntara agar para pengungsi mendapatkan tempat tinggal sementara yang layak dibandingkan tenda pengungsian. Sutopo mengatakan, pembangunan huntara direncanakan akan dimulai awal November 2018. Dengan masa pembangunannya memakan waktu selama dua bulan.

"Huntara adalah hunian sementara untuk tempat tinggal sementara sambil menunggu hunian tetap," kata Sutopo.

Sedangkan, kata Sutopo, pembangunan huntap memerlukan waktu lebih lama terkait konstruksi tahan gempa. Selain itu, relokasi membutuhkan waktu satu sampai dua tahun, tergantung ketersediaan lahan untuk hunian dan mata pencarian.

Sementara, model rumah yang akan dibangun akan dibahas pemerintah daerah bersama masyarakat setempat. Sutopo mengatakan, penyediaan huntara bisa berasal dari pemerintah pusat dan daerah, organisasi masyarakat, NGO, hingga pelaku dunia usaha.

"Kita mengimbau dunia usaha, pemda, NGO, ormas, bisa membantu pembangunan huntara, karena ini sangat diperlukan dan bermanfaat. Tentu bukan hanya rumahnya, tetapi juga fasilitas umum lainnya," ungkap Sutopo.

Berdasarkan data BNPB hingga Kamis (11/10) pukul 13.00 WIB, rumah rusak akibat gempa dan tsunami mencapai 67.310 unit. Sutopo merinci, 65.733 unit rumah rusak di Kota Palu, 897 unit di Sigi, dan 680 unit di Donggala.

Pengungsi terdampak gempa, tsunami, dan likuifaksi sebanyak 87.725 orang. Korban hilang sebanyak 680 orang yang terdiri dari 652 orang di Kota Palu, 12 orang di Sigi, 14 di Donggala, dan 8 orang di Parigi Moutong.

Fasilitas tempat ibadah yang terdampak bencana sebanyak 99 unit dan fasilitas kesehatan 22 unit. BNPB juga mencatat, sekolah mengalami kerusakan 219 rusak berat, 339 rusak sedang, dan 104 rusak ringan.

Sementara, BNPB mencatat jumlah korban meninggal terdampak gempa dan tsunami termasuk likuifaksi di Sulawesi Tengah mencapai 2.073 orang. Korban luka berat mencapai 2.549 orang dan 8.130 orang mengalami luka ringan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement