REPUBLIKA.CO.ID, PALU -- Pemerintah Kecamatan Balaesang Tanjung, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah mengonfirmasi meninggalnya satu warga di pengungsian yang dikabarkan akibat kelaparan. Sekretaris Kecamatan Balaesang Tanjung Ruslan menyatakan korban meninggal karena sakit maag dan asma.
"Informasi masyarakat meninggal dunia karena kelaparan itu tidak benar, karena setelah ditelusuri yang meninggal tersebut mengidap penyakit," kata dia saat dihubungi dari Palu, Selasa (9/10).
Penyakit yang diderita oleh korban itu, kata dia, asma dan maag. Ruslan menyebut kemungkinan asam lambungnya naik saat itu dan asmanya juga kambuh mungkin akibat gempa. Hingga saat ini, kata dia, korban jiwa dalam gempa di daerah itu berjumlah dua orang yang disebabkan longsor.
Sebelumnya, dikabarkan ada seorang korban dampak gempa dan tsunami di Desa Malei, Kecamatan Balaesang Tanjung, Kabupaten Donggala meninggal dunia akibat kelaparan.
Hal itu diketahui dari salah seorang warga bernama Harjo (38). Ia korban gempa asal Desa Malei dan tetangga desa korban yang disebutkan meninggal karena kelaparan akibat kondisi memprihatikan ribuan warga korban bencana di tujuh desa Kecamatan Balaesang Tanjung yang tak tersentuh bantuan logistik.
Sebelum diketahui meninggal dunia, sambungnya, warga tersebut sempat turun ke kampung untuk mencari makanan. Tetapi sebagian warga di kampung yang mempunyai beras juga turut mengungsi sehingga tidak sempat membeli beras.
Kecamatan Balaesang Tanjung mengalami efek parah dari gempa di Kecamatan Sirenja, Kabupaten Donggala pada 28 September 2018 dengan magnitudo 7,4 yang meluluhlantakkan sebagian besar bangunan semipermanen hingga lahan perkebunan milik warga di delapan desa dan membuat akses ke tujuh desa di antaranya terputus dari Palu.